Ekonom senior Faisal Basri. (Kemenkominfo)
Makroekonomi

Bea 200 Persen Dianggap Tidak Tepat, Banjir Impor Keramik Bukan karena China

  • Ekonom senior Institut for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri tegas menolak rencana pemerintah menerapkan bea masuk hingga 200 persen untuk produk keramik dari Cina.

Makroekonomi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Ekonom senior Institut for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri tegas menolak rencana pemerintah menerapkan bea masuk hingga 200 persen untuk produk keramik dari China.

Faisal menilai kebijakan ini diambil tanpa analisis yang memadai dan justru akan berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia. Penolakan itu usai ia membaca laporan hasil penyelidikan yang dibuat Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI).

Menurutnya peningkatan impor keramik dari China bukan disebabkan oleh dumping. Dia menilai masuknya keramik dari China disebabkan oleh perekonomian yang telah pulih dari pandemi COVID-19.

"Ada peningkatan impor dari China pada Juli 2021 hingga Juni 2022, ya karena sudah pulih dibandingkan masa COVID-19. Seluruh perekonomian seperti itu," katanya dalam diskusi INDEF di Jakarta pada Selasa, 16 Juli 2024.

Menurutnya pulihnya perekonomian setelah pandemi juga terlihat di sektor lain diantaranya konstruksi dan real estate. Sehingga akibat pemulihan sektor konstruksi dan real estate, permintaan terhadap keramik kembali bergeliat. Termasuk impor keramik dari Cina mulai masuk ke Indonesia karena adanya permintaan.

Selain itu, Faisal mengatakan adanya impor keramik dari luar negeri juga bukan tanpa alasan. Industri keramik lokal saat ini belum bisa memenuhi kebutuhan keramik dalam negeri.

Di mana industri dalam negeri baru bisa memproduksi jenis keramik merah. Sementara, permintaan terhadap keramik jenis porselen juga tinggi. Kebutuhan inilah yang kemudian diisi oleh impor.

Faisal mengkritisi KADI yang menurutnya tidak sepenuhnya memahami dampak global terhadap perekonomian Indonesia. Ia juga mengingatkan bahwa intervensi yang tidak tepat dapat merusak industri dalam negeri, seperti kasus Jindal sebelumnya.

"KADI ini seperti jurus silat mabok, semua dilibas," tegasnya.

Dampak Bea Masuk Nyata

Kepala Center of Industry Trade and Investment Indef, Andry Satrio mengungkapkan, implikasi jika BMAD dari hasil investigasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) diterapkan maka akan terjadi trade diversion, di mana impor akan beralih ke negara lain selain China.

Dampak selanjutnya yaitu, akan ada persaingan pasar yang semakin mengecil di mana akan membuat opsi konsumen juga semakin mengerucut. Sehingga dampaknya ke harga keramik yang semakin mahal.

Dampak ketiga yang dilihat INDEF adalah sektor lain juga terkena seperti ritel, real estate, properti, importir, forwarder, logistik bisa jadi melakukan efisiensi tenaga kerja sehingga meningkatkan potensi PHK masal.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebelumnya menyebut akibat adanya penurunan utilitas produksi hingga terhentinya produksi membuat 7 perusahaan harus melakukan PHK terhadap karyawannya.

Terakhir dampak yang paling dikhawatirkan terjadinya retaliasi yang akan dilakukan oleh pihak Cina. Sebagai informasi, retaliasi adalah tindakan balasan oleh suatu negara terhadap negara yang menyebabkan kerugian terhadapnya.