Pesawat Garuda Indonesia (GIAA)
Korporasi

Beda Arah Laba dan Pendapatan GIAA di Kuartal III-2024

  • Emiten penerbangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sepanjang kuartal III-2024 berhasil mencatatkan kenaikan pendapatan signifikan. Namun, ini berbanding terbalik dengan rugi bersih perseroan yang malah melesat.

Korporasi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Emiten penerbangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sepanjang kuartal III-2024 berhasil mencatatkan kenaikan pendapatan signifikan. Namun, ini berbanding terbalik dengan rugi bersih perseroan yang malah melesat. 

Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia pada Kamis, 31 Oktober 2024, Garuda Indonesia mencatat pendapatan sebesar US$2,56 miliar pada kuartal III-2024, meningkat sekitar 14,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$2,23 miliar.

Kenaikan pendapatan ini didorong terutama oleh peningkatan dari penerbangan berjadwal, yang mencapai US$2,02 miliar, dibandingkan dengan tahun lalu yang tercatat sebesar US$1,72 miliar. Selain itu, pendapatan dari penerbangan tidak berjadwal juga naik, dari US$274,26 juta pada 2023 menjadi US$291,16 juta pada 2024.

Namun, peningkatan pendapatan ini tidak diikuti dengan perbaikan pada laba perusahaan. Rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk meningkat menjadi US$131,22 juta pada 2024, naik dari rugi bersih sebesar US$72,38 juta pada 2023. 

Ini menunjukkan bahwa meskipun pendapatan tumbuh, beban operasional yang signifikan masih membebani kinerja perusahaan. Diketahui beberapa pos beban mengalami kenaikan yang cukup signifikan. 

Adapun beban operasional penerbangan meningkat dari US$243,85 juta pada 2023 menjadi US$253,66 juta pada 2024. Beban pemeliharaan dan perbaikan juga melonjak tajam dari US$123,57 juta pada 2023 menjadi US$197,03 juta pada 2024. 

Selain itu, beban kebandaraan bertambah dari US$154,77 juta pada tahun lalu menjadi US$190,97 juta pada tahun ini, sedangkan beban umum dan administrasi naik dari US$129,08 juta menjadi US$158,53 juta pada 2024.

Neraca Keuangan

Dari sisi neraca keuangan, perusahaan mengalami penurunan total aset hingga akhir September 2024 menjadi US$6,51 miliar dari US$6,73 miliar pada akhir tahun 2023. Penurunan ini terutama disebabkan oleh berkurangnya aset tetap dan aset hak-guna sebagai dampak dari amortisasi dan depresiasi yang berlangsung selama periode tersebut.

Di sisi liabilitas, Garuda Indonesia mencatat peningkatan pada liabilitas jangka pendek, yang naik dari US$1,17 miliar di akhir 2023 menjadi US$1,24 miliar per 30 September 2024. Kenaikan ini dipicu oleh peningkatan utang usaha, akrual, serta pendapatan diterima dimuka.

Sementara itu, liabilitas jangka panjang mengalami sedikit penurunan dari US$6,85 miliar menjadi US$6,68 miliar. Penurunan ini terutama disebabkan oleh pengurangan liabilitas sewa dan biaya estimasi pengembalian pesawat.

Sementara itu, sisi ekuitas menunjukkan penurunan yang mengkhawatirkan, dengan saldo negatif sebesar US$(1,41) miliar pada akhir September 2024, dibandingkan US$(1,28) miliar di akhir 2023. 

Defisit yang berkelanjutan ini mencerminkan kerugian bersih yang terus dialami oleh Garuda Indonesia, sekaligus mengindikasikan tantangan berat dalam upaya perusahaan untuk meningkatkan profitabilitas.