Data COVID-19 Kemenkes dan Pemprov Beda, Kematian Selisih 19.000 Lebih
- LaporCovid19 mencatat ada perbedaan menjulang antara data Kementrian Kesehatan dengan Pemerintah Provinsi. Konsekuensinya, lebih dari 19 ribu data kematian pasien COVID-19 belum tercatat.
Nasional
JAKARTA -- LaporCovid19, platform berbagi informasi seputar COVID-19 di Indonesia, mencatat ada perbedaan menjulang antara data Kementerian Kesehatan dengan Pemerintah Provinsi. Konsekuensinya, lebih dari 19.000 data kematian pasien COVID-19 belum tercatat.
Dari hasil rekapitulasi data COVID-19 per provinsi yang dikumpulkan tim LaporCovid19 hingga 23 Juli 2021, angka kematian positif COVID-19 telah mencapai 100.436 jiwa.
Data itu belum mencakup sejumlah provinsi yang belum memperbarui data serta beberapa provinsi yang datanya tidak bisa diakses karena situsnya bermasalah, misalnya Sumatera Utara dan Maluku Utara.
- Rp56,7 Triliun Duit Rakyat Dikorupsi Selama 2020, Bayar Pajak Makin Malas
- Kisah Sukses UMKM: Sukondang, Susu Pasteurisasi Sehat untuk Penjaga Imun
- Beri Ulasan Buruk di Google, Pasangan Ini Dituntut Rp1,6 Miliar
Sementara itu, pada tanggal yang sama, angka kematian positif COVID-19 yang dirilis oleh pemerintah pusat sebanyak 80.598 jiwa. Dengan demikian, terdapat selisih angka kematian sebesar 19.838 atau sekitar 24,6 persen.
"Kondisi ini menunjukkan, ada masalah serius dalam pendataan kematian akibat pandemi di Indonesia karena ada lebih dari 19.000 pasien positif Covid-19 meninggal yang datanya belum tercatat di pemerintah pusat," tulis LaporCovid19 di situs resminya, dilihat TrenAsia.com pada Rabu, 28 Juli 2021.
Dari rangkuman tim LaporCovid19 terlihat perbedaan besar data kematian antara Pemprov dengan Kemenkes. Umumnya, data kematian milik Pemprov lebih banyak dibandingkan data Kemenkes.
Misalnya, pada Mei 2021, data kematian Pemprov tercatat sebanyak 55.840 orang, sedangkan data Kemenkes tercatat sebanyak 47.716 orang. Perbedaan berlanjut di bulan Juni dan Juli. Pada Juni, ada 67.305 kematian yang tercatat di Pemprov, sedangkan Kemeneks hanya mencatat 55.594 orang.
Selanjutnya pada Juli ini, Pemprov sudah mencatat 100.436 kematian, sedangkan Kemenkes baru mencatat sebanyak 80.598 orang. Selisihnya mencapai 19.838 orang.
Sebagai lembaga negara yang memiliki segala sumber daya, Kemenkes sejatinya mampu mendata lebih lengkap informasi mengenai kematian pasien COVID-19 sesuai dengan kondisi lapangan, yang kemudian diperbarui, dan sinkron dengan informasi yang dipublikasikan pemerintah daerah.
Belum lagi, angka kematian ini belum mencakup data kematian pasien dengan status probable. Berdasarkan akumulasi data Pemprov jumlah pasien meninggal dengan status probable sebanyak 22.926 jiwa.
Dengan rekapan tersebut, jumlah pasien meninggal, baik yang berstatus positif maupun probable, sebetulnya jauh lebih besar, dimana telah mencapai 123.362 jiwa.
"Sayangnya, data jumlah pasien probable yang meninggal tidak pernah dipublikasikan oleh pemerintah pusat," tambah tim LaporCovid19.
Jateng Terbanyak
Adapun provinsi dengan jumlah kematian positif COVID-19 terbanyak ada di Jawa Tengah dengan angka kematian sebanyak 26.943 orang.
Kemudian diikuti oleh Jawa Timur sebesar 17.486 orang, Jawa Barat sebesar 14.138 orang, dan DKI Jakarta sebesar 11.021 jiwa. Selanjutnya diikuti Provinsi DI Yogyakarta sebanyak 3.542 orang, Kalimantan Timur 2.754 dan Riau 2.262 orang.
- BEI Kocok Ulang Daftar Indeks Saham LQ45, ARTO dan BRIS Berpotensi Masuk?
- Daftar Anyar Calon Bank Digital
- Pembangunan SPKLU di Ambon Habiskan Dana Rp1,28 Miliar
Persentase kematian COVID-19 di tujuh provinsi tersebut mewakili 69 persen kematian positif COVID-19 yang terjadi di Indonesia.
Akumulasi kematian pasien COVID-19 secara nasional berjumlah 86.835 orang per 28 Juli 2021, atau 2,7 persen dari total kasus yang kini sudah mencapai 3,23 juta kasus.
Sementara itu, sebanyak 556,281 pasien aktif COVID-19 masih dirawat di rumah sakit dan 2,59 juta pasien telah sembuh.
Pasien COVID-19 yang dirawat terbagi ke dalam beberapa kategori. Pasien dengan gejala berat biasanya disarankan untuk menjalani perawatan di rumah sakit, sedangkan pasien dengan gejala ringan atau tanpa gejala, direkomendasikan melakukan isolasi mandiri, baik di rumah maupun di tempat yang disediakan pemerintah daerah.*