Bekas Dirut BTN Maryono Resmi Jadi Tersangka Korupsi
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan dalam kurun waktu 2013 sampai 2015, diduga Maryono sebagai Direktur Utama BTN periode 2012-2019 telah menerima hadiah atau janji atau suap atau gratifikasi.
Nasional
JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan mantan Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Maryono dan Direktur Utama PT Pelangi Putera Mandiri Yunan Anwar sebagai sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan dalam kurun waktu 2013 sampai 2015, diduga HM sebagai Direktur Utama BTN periode 2012-2019 telah menerima hadiah atau janji atau suap atau gratifikasi.
“Berupa uang melalui rekening bank atas nama Widi Kusuma Purwanto yang merupakan menantu dari HM,” kata dia dalam keterangan tertulis, Selasa, 6 Oktober 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Penerimaan gratifikasi itu diduga terkait pemberian fasilitas kredit dan pencairan kredit dari BTN kepada PT Pelangi Putera Mandiri dan PT Titanium Property.
Lewat Menantu
Kejagung menemukan bahwa pegawai PT Pelangi Putra Mandiri pernah melakukan pengiriman dana kepada menantu Maryono. Total dana sebesar Rp2,257 miliar itu diberikan sebelum menerima fasilitas kredit dari BTN Cabang Samarinda. Saat itu, Pelangi Putra meraup kredit sebesar Rp117 miliar pada 2014 yang kini macet.
Selanjutnya, untuk PT Titanium Property, BTN Cabang Jakarta Harmoni mengucurkan kredit sebesar Rp160 miliar. Kucuran dana kredit itu untuk pembiayaan pembangunan Apartemen Titanium Square pada 2013.
Terkait fasilitas kredit itu, PT Titanium Property mengirimkan total sebesar Rp870 juta kepada menantu Maryono. Rinciannya, Rp500 juta pada 22 Mei 2014, Rp250 juta pada 16 Juni 2014, dan Rp120 juta pada 17 September 2014.
Kejagung menduga keberhasilan pemberian fasilitas kredit kepada dua perusahaan tersebut atas peran serta Maryono. Saat itu, dia menjabat sebagai Dirut BTN. Diduga, Maryono mendorong pemberian fasilitas kredit walaupun tidak sesuai dengan SOP yang berlaku pada BTN.
Atas perbuatan itu, Maryono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat (2) jo ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan, Yunan Anwar disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (SKO)