Gedung Telkom di kawasan Jl Gatot Subroto Jakarta. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
BUMN

BPK Sorot 3 Aspek di Laporan Keuangan PGN, PLN, dan Telkom

  • Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengidentifikasi beberapa permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian serius pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait dengan pendapatan, biaya, dan investasi
BUMN
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengidentifikasi beberapa permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian serius pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait dengan pendapatan, biaya, dan investasi. 

Melalui Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS I) 2023 yang dirilis oleh BPK, tercatat ada beberapa masalah yang dijumpai di beberapa perusahaan berpelat merah terkait dengan tiga aspek yang disebutkan di atas. 

Dai hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu (DTT) terhadap pendapatan, biaya, dan investasi BUMN, inilah permasalahan yang ditemukan oleh BPK:

1. PGN

Salah satu permasalahan yang ditemukan adalah terkait pemberian uang muka perikatan perjanjian jual beli gas (PJBG) oleh PT Pertamina Gas Negara Tbk (PGN/PGAS) kepada PT Inti Alasindo Energi (IAE) sebesar US$15 juta (Rp233,04 miliar dalam asumsi kurs Rp15.536 per-dolar Amerika Serikat/AS). 

Menurut pemeriksaan BPK, pemberian tersebut tidak didukung dengan mitigasi risiko yang memadai, seperti tidak mengacu pada kajian tim internal, absennya cost benefit analysis, kurangnya jaminan yang memadai, dan ketidakperhatian terhadap larangan transaksi gas secara bertingkat sesuai kebijakan pemerintah.

Baca Juga: Gara-gara Proyek Molor, BPK Denda Konsorsium Rekayasa Industri Rp1,2 Triliun

2. PLN

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero juga menghadapi permasalahan terkait penerapan tarif layanan khusus yang belum sepenuhnya sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM, menyebabkan kehilangan pendapatan sebesar Rp5,69 triliun pada uji petik tahun 2021.

3. Telkom

Sementara itu, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) belum menerima pengembalian pokok, bunga, dan denda sebesar Rp459,29 miliar dari PT PINS Indonesia selaku anak perusahaan terkait pinjaman melalui bridge financing tahun 2018. 

Pinjaman tersebut digunakan untuk membiayai program sinergi new sales broadband Telkomsel yang diusulkan PT TMI. 

Hasil pemeriksaan menunjukkan permasalahan antara lain yang pertama,  tujuan dari pemberian bridge financing untuk sinergi new sales broadband tidak tercapai.

Kedua, belum terdapat mitigasi yang memadai atas risiko bridge financing dan transaksi sinergi, dan yang ketiga, terdapat beberapa ketentuan terkait bridge financing yang belum terpenuhi, seperti ketiadaan dokumen persetujuan Direktur Keuangan Telkom atas pemenuhan kebutuhan bridge financing, serta tidak ada analisis kelayakan proyek. 

Selain itu, PT PINS belum memperoleh pembayaran dari customer atas penjualan e-voucher dan handset pada program new sales broadband tahun 2019 dengan sisa piutang sebesar Rp295,60 miliar, dan diketahui bahwa perusahaan mitra dan customer terafiliasi dengan PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) sehingga terdapat kemungkinan konflik kepentingan.