Pekerja menyelesaikan pembuatan produk di kios sentra kerajinan berbahan rotan di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur, Senin, 13 September 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Industri

BSI Yakin Aturan Rasio Kredit UMKM Kian Cerahkan Ekonomi Umat

  • Dalam beleid ini, rasio kredit UMKM mesti mencapai 20% pada 2022, 25% pada 2023, dan 30% pada 2024. Bila gagal memenuhi rasio tersebut, otoritas telah menyiapkan sanksi teguran hingga denda maksimal Rp5 miliar.
Industri
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 23/13/PBI/2021 tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah telah mengikat pelaku industri kucurkan kredit bagi UMKM minimal 30% pada 2024.

Beleid ini menuai pro kontra, termasuk bagi pelaku industri perbankan itu sendiri. PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) tampaknya berdiri di sisi pro terhadap beleid ini.

Wakil Direktur Utama I BRIS Ngatari mengatakan perseroan mendukung hadirnya beleid baru dari otoritas moneter tersebut. Maka dari itu, dirinya menyatakan bakal menggenjot penyaluran kredit segmen UMKM mulai tahun ini.

“Perseroan berkomitmen untuk memenuhi ketentuan tersebut dengan meningkatkan total pembiayaan hingga melewati batas bawah yang ditentukan BI,” ucap Ngatari dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip Rabu, 15 September 2021.

Dalam beleid ini, rasio kredit UMKM mesti mencapai 20% pada 2022, 25% pada 2023, dan 30% pada 2024. Bila gagal memenuhi rasio tersebut, otoritas telah menyiapkan sanksi teguran hingga denda maksimal Rp5 miliar.

Dalam laporan keuangan perseroan, pembiayaan segmen small medium enterprise (SME) masih mencapai 12,3% atau Rp19,90 triliun dari total pembiayaan per semester I-2021. Realisasi ini bahkan menurun dibandingkan Desember 2020 yang menyentuh 13,4% atau Rp21,03 triliun.

Lalu, ada pembiayaan segmen mikro sebesar Rp15,12 triliun atau setara 9,4% dari total pembiayaan. “Masih akan terus kami tingkatkan hingga mencapai 25% pada 2024,” jelas Ngatari.

Komposisi penyaluran pembiayaan BRIS masih didominasi segmen konsumer, yakni sebanyak 46,5% atau Rp75,03 triliun. Nilai ini melesat 27,38% secara tahunan (year on year.yoy) dari sebelumnya hanya Rp58,91 triliun.

Sementara itu, pembiayaan korporasi di BRIS secara perlahan mulai menyusut dari 26,3% pada semester I-2020 menjadi 22,8% pada semester I-2021. Nilai pembiayaan segmen korporasi tersebut mencapai Rp36,74 triliun.

Adapun total pembiayaan di BRIS pada semester I-2021 menyentuh Rp161,49 triliun atau melesat 11,73% dibandingkan semester I-2020 yang hanya Rp144 triliun.

Profil risiko BRIS masih terjaga hingga semester I-2021. Hal ini ditunjukan dengan non performing financing (NPF) gross yang menyusut dari 3,23% pada semester I-2020 menjadi 3,11% pada semester I-2021.

Pengamat Ekonomi Syariah Syakir Sula mengatakan segmen UMKM memang seharusnya menjadi tumpuan utama bagi BRIS. Dengan menjalankan bisnis pada koridor syariah, BRIS diharapkan lebih banyak menggarap pembiayaan pada ummat.

“Memang seharusnya fokus di ummat, nah ini banyaknya di UMKM. Meski nilai nya (pembiayaan) kecil-keci, tapi potensinya besar. Biar saja korporasi itu digarap oleh bank lain,” jelas Syakir kepada TrenAsia.com, Rabu, 15 September 2021.

Sektor UMKM menjadi salah satu fokus pemerintah. Dengan pembiayaan dari perbankan, kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) diharapkan naik dari 61,07% pada 2021, 62,36% pada 2022, hingga puncaknya 65% pada 2024.