Ilustrasi pajak.
Hukum Bisnis

Digenjot, Pajak Ekonomi Digital Hingga September 2024 Capai Rp28,91 Triliun

  • Angka ini diperoleh dari berbagai sumber, mulai dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), pajak kripto, pajak fintech (P2P lending), hingga pajak atas transaksi melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP).

Hukum Bisnis

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Hingga bulan September 2024, sektor ekonomi digital terus menunjukkan kontribusi signifikan terhadap penerimaan pajak negara. Pemerintah mencatat total penerimaan dari sektor ini mencapai Rp28,91 triliun. 

Angka ini diperoleh dari berbagai sumber, mulai dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), pajak kripto, pajak fintech (P2P lending), hingga pajak atas transaksi melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP).

Dari total penerimaan, kontribusi terbesar berasal dari PPN PMSE yang menyumbang Rp23,04 triliun. Pajak ini dipungut dari transaksi perdagangan digital yang melibatkan pelaku usaha dalam dan luar negeri. 

Hingga kini, sebanyak 178 pelaku usaha PMSE telah ditunjuk untuk menjadi pemungut pajak, termasuk dua perusahaan baru yang ditunjuk pada September 2024, yaitu Optimise Media (SEA) Pte. Ltd. dan DFENG LIMITED.

Penunjukan pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN bertujuan untuk menciptakan level playing field antara pelaku usaha digital dan konvensional. Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan kesetaraan dalam sistem perpajakan di tengah pesatnya pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.

“Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Dwi Astuti, dilansir siaran pers Direktorat Jenderal Pajak, Senin, 7 Oktober 2024.

Pajak Kripto dan Fintech: Sumber Penerimaan Baru yang Kian Meningkat

Selain PMSE, pajak kripto dan pajak fintech juga mencatat pertumbuhan signifikan. Pajak kripto, yang baru mulai dikumpulkan pada 2022, telah menghasilkan Rp914,2 miliar hingga September 2024. Penerimaan ini terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh) 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan PPN atas pembelian kripto.

Industri fintech, khususnya P2P lending, juga tak kalah berkontribusi. Pajak dari sektor ini mencapai Rp2,57 triliun hingga September 2024. Pajak fintech berasal dari bunga pinjaman yang dikenakan kepada Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN), Badan Usaha Tetap (BUT), serta Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN).

Menurut Dwi Astuti, perkembangan fintech di Indonesia menjadi pendorong penerimaan pajak baru bagi negara. “Penerimaan pajak dari sektor ini mencakup PPh 23 dan PPh 26 atas bunga pinjaman serta PPN atas setoran masa, yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya,” katanya.

Pajak SIPP: Menyokong Ekonomi Digital Pemerintah

Penerimaan pajak lainnya berasal dari Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) dengan total penerimaan mencapai Rp2,38 triliun hingga September 2024. Pajak SIPP dipungut dari transaksi pengadaan barang dan jasa melalui platform pengadaan elektronik yang dioperasikan oleh pemerintah.

Dari angka tersebut, sebesar Rp2,22 triliun berasal dari PPN, sementara sisanya, sekitar Rp162,2 miliar, berasal dari PPh. Sistem ini memungkinkan pemerintah untuk memantau transaksi pengadaan barang dan jasa secara transparan, sekaligus menjadikannya sumber penerimaan pajak yang stabil di era digital.

Potensi Besar Ekonomi Digital

Dengan perkembangan teknologi yang pesat, pemerintah melihat sektor ekonomi digital sebagai sumber penerimaan pajak yang akan terus tumbuh. Pemerintah berkomitmen untuk menggali lebih dalam potensi penerimaan pajak dari sektor ini, seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto dan pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman.

Upaya ini sejalan dengan strategi pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada sumber penerimaan pajak konvensional, sekaligus memperluas basis penerimaan pajak negara di era digital yang semakin dinamis.

Peningkatan penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital menunjukkan bahwa Indonesia siap beradaptasi dengan perubahan lanskap ekonomi global, sekaligus memastikan bahwa setiap pelaku usaha, baik konvensional maupun digital, memberikan kontribusi adil bagi negara.