Suasana warna warni lampu di Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) lintas atas Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin, 6 September 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Industri

Harga Kian Mahal, Jakarta Selatan dan Barat Tetap Diburu Konsumen Properti

  • Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Barat menjadi dua lokasi dalam10 besar area favorit para pemburu properti.
Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Barat menjadi dua lokasi dalam10 besar area favorit para pemburu properti. Hal ini diungkapkan dari hasil riset perusahaan PropTech, Lamudi.co.id.

“Wilayah tersebut merupakan bagian dari Segitiga Emas  Jakarta yang menjadi pusat,” mengutip hasil riset tersebut, Senin, 13 September 2021.

Menurutnya, aktivitas bisnis dan beberapa kantor pemerintahan membentang dari Jakarta Pusat hingga Jakarta Selatan. Maka, minat yang tinggi terhadap dua wilayah itu disebabkan oleh kemudahan dan kelancaran transportasi menujupusat kota.

Seperti diketahui, layanan Mass Rapid Transit (MRT) dan bus Transjakarta mampu menjangkau sebagian besar wilayah residensial di JakartaSelatan. Bahkan, faktor kemudahan transportasi ini mampu menggeser pertimbangan harga.

Padahal, rata-rata harga rumah di Jakarta Selatan per April 2021 tidak berubah dari tahun sebelumnya, yaitu Rp7 miliar atau sekitar Rp25,9 juta  per meter persegi.

Sementara itu, Jakarta Barat mengalami hal serupa. Per April 2021, harga rata-rata rumah di lokasi ini tercatat sebesar Rp3,13 miliar. Namun, harga per meter persegi mengalami peningkatan tipis dari Rp22,7 juta menjadi Rp22,9 juta per meter persegi.

Wilayah Jakarta Barat sendiri dianggap memiliki infrastruktur yang lengkap dengan tersedianya rumah sakit, gedung sekolah, area perkantoran, pusat perbelanjaan, jalan tol, dan berbagai infrastruktur publik lainnya.

Selain itu, keunggulan lain dari wilayah ini adalah kedekatan lokasi  dengan Bandara Soekarno Hatta.

“Kedua area ini ini tetap menarik untuk dikembangkan sehingga terus dicari oleh calon konsumen,” tulisnya.

Secara perlahan, permintaan konsumen memang mengalami  peningkatan pada awal 2021. Peningkatan ini terjadi karena dukungan kebijakan dari pemerintah dalam hal kredit.

Kebijakan pemerintah yang pertama diimplementasikan dengan menahan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) 3,5 persen sejak  Mei 2021.

Kedua, berupa pemberian  stimulus pajak yang berupa Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) atas properti melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 103/PMK.010/2021 yang diperpanjang hingga Desember 2021.

Hal ini membuat Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) pada kuartal II-2021 tumbuh positif sebesar 1,3% dan 1,9%. Padahal, lima bulan sebelumnya presentasinya masih negatif.

“Kredit hunian berkontribusi sekitar 33 persen dari total kredit konsumsi. Hal ini menunjukkan progres pemulihan yang positif dan perlu dijaga momentumnya,” tulis hasil riset tersebut.