Hindari Penagihan Tak Beretika, Inilah Upaya Fintech Lending Merestrukturisasi Kredit Macet
- Meskipun pertumbuhannya sangat pesat, Kuseryansyah juga menyoroti tantangan yang dihadapi oleh industri ini, terutama terkait dengan pinjaman yang terlambat bayar atau macet.
Fintech
JAKARTA - Salah satu tantangan yang perlu dihadapi oleh industri fintech lending adalah kredit macet yang disebabkan oleh peminjam dana yang menunggak pembayaran. Industri pun menerapkan beberapa langkah agar kredit macet bisa direstrukturisasi sehingga tidak berdampak kepada macetnya aliran dana yang harus dibayarkan kepada pemberi dana.
Industri fintech lending di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan positif sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 2016. Meski dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti dampak pandemi COVID-19, industri ini tetap berhasil mencatatkan pertumbuhan yang signifikan, terutama dengan perubahan perilaku masyarakat yang semakin mengutamakan transaksi tanpa kontak fisik.
Kuseryansyah, Direktur Utama PT Inovasi Terdepan Nusantara (360Kredi), dalam unggahan di akun YouTube resmi 360Kredi, menjelaskan bahwa pertumbuhan fintech lending yang konsisten ini patut diapresiasi.
Menurutnya, meskipun ada tantangan berupa pinjaman macet atau terlambat bayar, industri ini tetap optimis untuk terus berkembang dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.
- Mengenal Chandra Daya Investasi, Emiten Entitas Prajogo Pangestu yang Menyongsong IPO
- Saham APLN Melesat Setelah Umumkan Bakal Ekspansi ke Kawasan IKN
- Pencalonan Bahlil sebagai Ketum Golkar Sudah Disetting Sejak Awal
Pinjaman Macet dan Pentingnya Penanganan Humanis
Meskipun pertumbuhannya sangat pesat, Kuseryansyah juga menyoroti tantangan yang dihadapi oleh industri ini, terutama terkait dengan pinjaman yang terlambat bayar atau macet. Ia menegaskan pentingnya penanganan pinjaman yang macet dengan pendekatan yang positif, baik, dan humanis.
“Dalam bisnis pinjam-meminjam, selalu ada risiko pinjaman yang terlambat bayar atau macet. Tantangan ke depan adalah bagaimana kita dapat menyalurkan pinjaman dengan baik dan juga menangani peminjam yang mengalami kesulitan pembayaran dengan cara yang humanis,” kata Kuseryansyah dikutip dari tayangan YouTube di kanal 360Kredi, Rabu, 21 Agustus 2024.
Ia juga menambahkan bahwa penanganan yang baik dan humanis terhadap masalah ini dapat membantu memperbaiki citra industri fintech lending di mata masyarakat.
Menurut Kuseryansyah, Asosiasi Fintech sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan tata cara penagihan yang baik dan humanis, termasuk memberikan pelatihan kepada ribuan anak muda tentang cara menagih yang sopan dan manusiawi.
Sementara itu, dikutip dari situs resmi Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), industri fintech lending sebenarnya sudah membuka ruang bagi para peminjam atau borrower untuk melakukan restrukturisasi.
Restrukturisasi dapat dilaksanakan sebagai upaya untuk memitigasi agar tidak terjadi peningkatan pada tingkat kredit macet atau tingkat wanprestasi dalam 90 hari (TWP90).
Terdapat tiga jenis restrukturisasi yang bisa diberikan kepada borrower yang menghadapi masalah kredit macet:
Penjadwalan Ulang (Rescheduling)
Penjadwalan ulang adalah proses mengatur kembali jangka waktu atau tenor pinjaman untuk pembayaran cicilan dan bunganya.
Dalam restrukturisasi kredit, penyedia jasa pinjaman akan menyesuaikan tenor pinjaman agar borrower dapat kembali membayar cicilan secara teratur.
Dengan perpanjangan tenor, angsuran yang harus dibayarkan akan menjadi lebih ringan. Penyesuaian tenor ini dilakukan berdasarkan kemampuan bayar borrower.
Pengubahan Persyaratan (Restructuring)
Restrukturisasi juga bisa dilakukan dengan mengubah syarat-syarat kredit agar sesuai dengan kondisi borrower, khususnya saat terjadi kredit macet.
Pengubahan persyaratan ini dapat mencakup perpanjangan jangka waktu, penyesuaian jadwal pembayaran, dan modifikasi lainnya.
Penting untuk dicatat bahwa perubahan ini dilakukan tanpa mengubah plafon kredit maksimum. Tujuannya adalah agar borrower tetap dapat melunasi pinjaman pokoknya.
Penataan Kembali (Reconditioning) Reconditioning adalah upaya untuk menata ulang kondisi kredit guna meringankan beban borrower yang mengalami kredit macet.
Dalam proses ini, lender dapat memberikan tambahan fasilitas kredit, mengonversi tunggakan menjadi pinjaman baru, serta melakukan penjadwalan dan pengubahan syarat-syarat kembali.
Lender juga dapat menurunkan suku bunga untuk membantu borrower melunasi utang pokoknya. Keringanan lain yang mungkin ditawarkan adalah pembebasan bunga, sehingga borrower hanya perlu melunasi pokok pinjaman.
Namun, langkah ini biasanya hanya diambil jika kondisi keuangan borrower dianggap sangat kritis dan sulit untuk keluar dari masalah kredit macet.
- Menakar Kontribusi Cukai Terbesar dari Tiga Emiten Produsen Rokok
- Moncer di Paruh Pertama, Saham dan Laba ELSA Direvisi Naik
- Link Live Streaming Real Madrid Vs Atalanta di Piala Super Eropa 2024
Pentingnya Edukasi dan Literasi Keuangan
Selain penanganan pinjaman macet, Kuseryansyah juga menekankan pentingnya edukasi dan literasi keuangan, terutama di kalangan generasi muda.
Menurutnya, generasi muda di Indonesia, yang terus bertambah setiap tahunnya, perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup mengenai literasi keuangan, termasuk literasi pinjaman digital.
“Generasi muda sekarang di Indonesia merupakan kelompok yang paling besar, dan setiap tahun ada tambahan generasi muda yang sudah dewasa. Ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk membekali mereka dengan edukasi dan literasi keuangan yang baik, khususnya literasi keuangan digital dan pinjaman digital,” ujar Kuseryansyah.
Ia juga menyebutkan bahwa roadmap pengembangan dan penguatan industri fintech lending yang telah disusun oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK) merupakan sebuah penguat bagi industri ini. Kuseryansyah optimis bahwa dengan adanya roadmap yang jelas, industri ini akan terus tumbuh dan berkembang di masa depan.
Optimisme Terhadap Masa Depan Fintech lending
Kuseryansyah mengungkapkan keyakinannya bahwa industri fintech lending di Indonesia memiliki masa depan yang cerah.
Ia menyatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat berkepentingan untuk memastikan industri ini tetap berjalan dengan baik, mengingat peran penting fintech lending dalam menyalurkan dana secara cepat dan masif kepada masyarakat, terutama kepada kaum muda dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Industri ini, meskipun usianya masih muda, telah sangat efektif menjadi penyedia dana bagi pinjaman personal maupun UMKM secara cepat dan masif, karena menggunakan teknologi. Kami yakin generasi milenial dan generasi Z yang sekarang menjadi pengguna utama fintech lending, pada waktunya akan memberikan apresiasi kepada fintech lending yang telah membantu berbagai keperluan mereka,” ungkap Kuseryansyah.
Peran Fintech lending dalam Perekonomian Digital
Dengan semakin berkembangnya teknologi dan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan layanan keuangan yang cepat dan mudah, Kuseryansyah percaya bahwa fintech lending akan terus memainkan peran penting dalam perekonomian digital di Indonesia.
Ia mengajak semua pihak, termasuk pemerintah, regulator, dan pelaku industri, untuk terus mendukung perkembangan industri ini.
“Kami fokus pada memberikan layanan yang terbaik dengan semangat melayani. Kami yakin dengan pendekatan yang baik, industri fintech lending akan semakin diterima dan diapresiasi oleh masyarakat, terutama generasi muda,” tutup Kuseryansyah.
Dengan berbagai upaya yang dilakukan oleh para pelaku industri, serta dukungan dari pemerintah dan regulator, industri fintech lending di Indonesia diharapkan dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional.