<p>Massa dari Gerakan Mahasiswa Jakarta Bersatu (GMJB) melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Kemendikbud, Jakarta, Senin 22 Juni 2020. Mereka mendesak pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk membuat regulasi potongan biaya pendidikan sebesar 50 persen di tengah masa pandemi COVID-19 serta menuntut untuk menghentikan komersialisasi dan liberalisasi dunia pendidikan. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Nasional

Ini Alasan Kenapa PTN-BH Menjadikan Biaya Kuliah Mahal

  • PTN BH dalam menetapkan besaran biaya Pendidikan mengacu dengan pedoman teknis penetapan tarif yang ditetapkan kementerian

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA- Sejumlah keluhan muncul terkait biaya kuliah yang semakin mahal seiring perubahan status kampus menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH).  Status ini menjadikan lembaga pendidikan yang memiliki regulasi lebih  fleksibel berkaitan dengan tata Kelola akademik dan non akademik.

Penetapan sebuah Universitas menjadi berstatus PTN-BH dilakukan dengan serangkaian proses dan disahkan melalui peraturan pemerintah. Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) tanggal 20 Oktober 2022, saat ini terdapat 21 Universitas Negeri yang telah di setujui Jokowi sebagai PTN-BH. 

Biaya Pendidikan 

PTN BH dalam menetapkan besaran biaya Pendidikan mengacu dengan pedoman teknis penetapan tarif yang ditetapkan kementerian. Tarif biaya Pendidikan ditetapkan dengan pertimbangan kemampuan ekonomi mahasiswa, dan keluarganya. 

Dalam evaluasinya didapati banyak besaran biaya Pendidikan kampus PTN -BH menjadi lebih tinggi dibanding dengan sebelum berbadan hukum. Banyak kampus yang kini membuka presentase porsi yang lebih besar untuk jalur masuk mandiri dengan memangkas presentase jalur masuk yang tidak menyumbang uang pangkal. Sedangkan jalur mandiri menetapkan besaran tarif biaya pendidikan yang berkali lipat lebih dari jalur masuk lainya.

Pengenaan tarif uang pangkal yang tinggi kerap dituduh menjadi ajang cari modal yang dilakukan oleh kampus. Calon mahasiswa yang memiliki kemampuan untuk “menyumbang” uang pangkal yang lebih tinggi memiliki kesempatan lebih besar untuk dapat diterima dikampus tersebut. 

Ada indikasi bahwa mahasiswa yang diterima bukan karena kompetensi dan intelektualitas  yang dimiliki, tapi karena tingkat “sumbangan” yang diberikan orang tua. Hal demikian tentu menjadi bentuk ketidakadilan pendidikan untuk masyarakat utamanya masyarakat kerah biru.

Tata Kelola Rumah Tangga

Sejak awal pembentukan, konsep PTN-BH menjadi kontroversi tersendiri. PTN-BH memiliki kewenangan penuh untuk mengatur rumah tangganya sendiri dari mulai pengelolaan sistem keuangan, pengolahan sumber daya perusahaan, dosen, tenaga kependidikan, semua diatur secara internal oleh Universitas. Sehingga sistem PTN-BH dapat diilustrasikan selayaknya perusahaan BUMN. 

Sistematika kepenguruasan sebuah lembaga Pendidikan yang mirip dengan pengelolaan perusahaan di khawatirkan dapat mengkerdilkan nilai Pendidikan itu sendiri. Selain itu banyak kalangan Khawatir PTN-BH menjadi ajang komersialisasi Pendidikan untuk keuntungan sebesar besarnya.

Pengelolaan Aset dan SDM

Aset yang dimiliki PTN-BH merupakan aset negara yang dipisahkan, sementara aset tanah yang dikuasai PTN-BH, merupakan aset yang diperoleh dari APBN merupakan hak kepemilikan negara.

Dalam penyelenggaraannya terdapat indikator komersialisasi Pendidikan yang selama ini di khawatirkan. Banyak universitas yang tidak fokus dalam penyelenggaraan tatanan akademik, dan perbaikan kualitas pendidikan namun justru berorientasi pada bisnis dengan nilai profit dan keuntungan.

Banyak Universitas membuat Hotel, Pom bensin, Katering, Bengkel, Event Organizer, dan bisnis lain yang kurang relevan dengan tujuan utama penyelenggaraan universitas sebagai sebuah lembaga pendidikan

Dalam struktur kepegawaian merujuk pada pasal 25 butir 4 PP no. 4 tahun 2014 menjelaskan PTN-BH berwenang menetapkan, mengangkat, membina dan memberhentikan tenaga tetap non pns.

Pada akhrinya PTN-BH melahirkan nilai positif dan Negatif. Sebuah Universitas berbadan hukum hendaknya melahirkan aspek akademis dan intelektualitas SDM yang kompeten sebagai kader bangsa. Bukan justru menjadi ajang bisnis untuk nilai profit . Bagaimanapun kewajiban penyelenggaraan Pendidikan merupakan hak yang harus diberikan negara kepada setiap warga negara sesuai dengan mandat Undang-Undang Dasar.