Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

Investasi di Kredit Online: Siapa Yang Menjamin Keamanan Dana Lender P2P Lending?

  • Lalu siapa pihak yang bertanggung jawab jika perusahaan fintech P2P lending bangkrut? Siapa penjamin perusahaan jika nasabah terdapat gagal bayar?

Fintech

Adinda Purnama Rachmani

JAKARTA - Perusahaan financial technology (fintech) peer to peer (P2P) lending di Indonesia semakin bertumbuh. Kini semakin menjamurnya perusahaan P2P Lending membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus lebih keras mengawasi perusahaan pada sektor tersebut.

Saat ini di Indonesia sudah banyak perusahaan P2P lending atau biasa dikenal dengan sebutan pinjaman online (Pinjol) ilegal (tidak berizin).

OJK sudah membuat sejumlah aturan untuk mengawasi bisnis pembiayaan digital, termasuk dalam mengantisipasi jika perusahaan bangkrut akibat dari nasabah yang gagal bayar.

Lalu siapa pihak yang bertanggung jawab jika perusahaan fintech P2P lending bangkrut? Siapa penjamin perusahaan jika nasabah terdapat gagal bayar?

Dilansir dari website Ojk.go.id, penyelenggara fintech lending harus mendapatkan tanda terdaftar sebelum menjalankan operasionalnya. Maksimal satu tahun setelah mendapatkan tanda terdaftar dari penyelenggara, perusahaan kredit online wajib mengajukan permohonan izin kepada OJK.

OJK saat ini melakukan pengawasan terhadap penyelenggara fintech lending. Pihaknya memiliki tiga metode pengawasan seperti, Offsite melalui laporan yang disampaikan kepada OJK dan juga rencana implementasi host to host dengan server perusahaan dengan memanfaatkan struktur elemen database.

Selanjutnya market conduct, seluruh penyelenggara wajib terdaftar sebagai anggota asosiasi yang telah ditunjuk oleh OJK yaitu Asosiasi Perusahaan Fintech Indonesia (APFI). Lalu, Onsite melalui mekanisme pemeriksaan langsung baik yang dilakukan secara rutin maupun sewaktu-waktu.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indoensia Ronald Yusuf menjelaskan jika industri P2P lending yang sudah memiliki izin dari OJK memiliki kerja sama dengan Lembaga Penjaminan yang sudah berizin resmi.

"Untuk seluruh P2P Lending yang sudah berizin harus memiliki kerja sama dengan lembaga penjamin yang sudah berizin resmi juga di Indonesia," ucap Ronald Yusuf saat dihubungi TrenAsia.com, Senin, 13 Desember 2021.

Bagi para lender (pemberi pinjaman) melalui sistem P2P lending memudahkan calon lender untuk mendiversifikasi pendanaan, sehingga memperbesar kesempatan untuk meraup keuntungan.

Jika lender sudah mengalokasikan uang melalui P2P lending, para lender tidak bisa menarik uang yang didanai. Namun jika ada kemungkinan gagal bayar, sehingga dana yang dipinjamkan memiliki risiko gagal bayar.

Untuk itu, diversifikasi sangat diperlukan agar tidak hanya menaruh dana tetapi bisa kebeberapa peminjam lainnya untuk meminimalisir risiko.

"Apalagi lender juga dimudahkan dengan adanya informasi risk grade yang ditentukan oleh platform P2P lending sehingga lender bisa mempertimbangkan dengan baik sebelum memberikan pinjaman kepada borrower," ucap Ronald.