Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

KPPU Bawa Kasus Pinjol Penyedia Pinjaman UKT ke Ranah Hukum, Suku Bunga Tinggi Jadi Sorotan

  • Dalam proses kajian tersebut, KPPU mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran Undang-undang No. 5 Tahun 1999 dan berencana untuk menindaklanjutinya melalui penegakan hukum.
Fintech
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menyelesaikan kajian terkait pinjaman pendidikan melalui Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI), yang lebih dikenal sebagai pinjaman online (pinjol). 

Dalam proses kajian tersebut, KPPU mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran Undang-undang No. 5 Tahun 1999 dan berencana untuk menindaklanjutinya melalui penegakan hukum.

Sejak Februari 2024, KPPU telah menyelidiki masalah pinjol pendidikan dengan melibatkan berbagai pihak terkait. Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa pelaku usaha pinjol menetapkan suku bunga pinjaman yang sangat tinggi, jauh di atas suku bunga pinjaman perbankan, baik pinjaman produktif maupun konsumtif. 

Selain itu, dibandingkan dengan produk pinjaman pendidikan di luar negeri, suku bunga pinjol pendidikan di Indonesia juga jauh lebih tinggi.

KPPU menduga bahwa praktik menetapkan suku bunga yang tinggi ini dapat mengindikasikan adanya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di pasar pinjol pendidikan. 

Oleh karena itu, pada tanggal 20 Maret 2024, KPPU memutuskan untuk melanjutkan penyelidikan awal guna mencari alat bukti terkait pelanggaran tersebut.

Menurut Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa, langkah ini diambil untuk memastikan keadilan dalam persaingan usaha dan melindungi konsumen, terutama para peminjam pendidikan. 

“KPPU memutuskan untuk melanjutkan kajian atau penelitian tersebut, dengan melakukan penyelidikan awal guna mencari alat bukti pelanggaran berikut kejelasan atas dugaan pasal pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999,” ujar Fanshurullah dikutip dari publikasi KPPU, Selasa, 26 Maret 2024.

Sebelumnya, KPPU memanggil empat layanan fintech peer-to-peer lending alias pinjaman online yang menyediakan layanan pinjaman untuk pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) bagi mahasiswa. 

Fanshurullah mengatakan, keempat perusahaan tersebut, yaitu PT Dana Bagus Indonesia (DanaBagus), PT Cicil Solusi Mitra Teknologi (Cicil), PT Fintech Bina Bangsa (Edufund), dan PT Inclusive Finance Group (Danacita), tercatat telah menyalurkan dana pinjaman mahasiswa hingga hampir mencapai angka Rp450 miliar, dengan Danacita mendominasi sebesar 83,6% dari total penyaluran tersebut. 

Peningkatan pinjaman mahasiswa melalui platform online ini membawa KPPU ke titik pengawasan ketat terhadap praktik yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan pembiayaan tersebut. 

Menurut Fanshurullah, beberapa produk pinjaman yang ditawarkan kepada mahasiswa dikenakan bunga atau biaya bulanan yang menyerupai bunga dengan durasi pinjaman yang tidak sesuai dengan norma pendidikan. 

Hal ini dianggap berpotensi melanggar Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU No. 12/2012) dan menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat.

KPPU telah mengadakan pertemuan dengan 83 perguruan tinggi pada bulan Februari lalu untuk mendalami lebih jauh tentang isu pinjaman mahasiswa ini. 

Dalam pertemuan tersebut, terungkap bahwa perguruan tinggi berkolaborasi dengan lembaga pinjol untuk memfasilitasi pendanaan Uang Kuliah Tunggal (UKT), terutama bagi mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam pembayaran. 

Namun, sesuai dengan UU No. 12/2012 khususnya Pasal 76, terdapat kewajiban bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan perguruan tinggi untuk memenuhi hak mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi dengan menyediakan pinjaman tanpa bunga, yang harus dilunasi setelah mahasiswa lulus dan/atau mendapatkan pekerjaan.

Praktik penyaluran pinjaman dengan bunga atau biaya yang menyerupai bunga kepada mahasiswa ini menimbulkan kekhawatiran tentang adanya pelanggaran terhadap regulasi yang berlaku. 

“Dalam kasus ini, pinjaman mahasiswa yang mengenakan berbagai bunga atau biaya bulanan menyerupai bunga, serta dengan durasi pinjaman tertentu, diduga melawan hukum dan dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat,” ujar Fanshurullah.

Untuk mengatasi masalah ini, KPPU juga mengundang Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi agar dapat memberikan keterangan lebih lanjut dan terlibat dalam penyelesaian masalah.