Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

Kredit Macet Pinjol pada Akhir 2023 Mencapai Rp1,75 Triliun

  • OJK mengawasi tingkat kredit macet pinjol melalui tingkat wanprestasi (TWP) lebih dari 90 hari, yang berarti suatu pinjaman dianggap macet jika peminjam tidak dapat membayar utangnya selama lebih dari 90 hari sejak jatuh tempo.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), data terbaru menunjukkan bahwa pinjaman online (pinjol) yang tergolong sebagai kredit macet mengalami peningkatan signifikan pada bulan Desember 2023. 

OJK mengawasi tingkat kredit macet pinjol melalui tingkat wanprestasi (TWP) lebih dari 90 hari, yang berarti suatu pinjaman dianggap macet jika peminjam tidak dapat membayar utangnya selama lebih dari 90 hari sejak jatuh tempo.

Pada  Desember 2023, nilai kredit macet pinjol secara nasional mencapai Rp1,75 triliun, mengalami peningkatan sekitar Rp82 miliar dibandingkan dengan bulan November 2023, atau meningkat sebanyak 4,92% secara month-on-month (mtm). Selain peningkatan secara nominal, rasio kredit macet pinjol juga mencatatkan kenaikan.

Sebelumnya, pada bulan November 2023, rasio kredit macet masih sebesar 2,81% dari total utang pinjol yang berjalan (outstanding loan). Namun, pada bulan Desember 2023, rasio tersebut meningkat menjadi 2,93%, sebagaimana terlihat pada grafik yang disajikan.

Hingga akhir tahun lalu, kelompok laki-laki menjadi pihak yang lebih banyak mengalami kredit macet pinjol, dengan total nilai gagal bayar utang mencapai Rp714,5 miliar. Sementara itu, pada kelompok perempuan, nilai kredit macetnya sebesar Rp589,7 miliar.

Ketika dianalisis berdasarkan usia peminjam, kasus kredit macet pinjol pada bulan Desember 2023 paling banyak terjadi pada kelompok usia 19-34 tahun, dengan total nilai gagal bayar utang mencapai Rp730 miliar, disusul oleh peminjam dari kelompok usia 35-54 tahun dengan nilai kredit macet sebesar Rp525,9 miliar.

Aplikasi Pinjol Terpopuler

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Populix dengan judul "Unveiling Indonesia’s Financial Evolution: Fintech Lending and Paylater Adoption," ditemukan bahwa Akulaku menjadi aplikasi pinjol  yang paling banyak digunakan oleh konsumen Indonesia. Sebanyak 46% dari total responden menyatakan menggunakan aplikasi Akulaku.

Posisi kedua ditempati oleh Kredivo, dengan 43% responden yang menggunakan layanan tersebut. Sementara itu, EasyCash dan AdaKami menempati posisi ketiga dan keempat dengan proporsi pengguna masing-masing sebesar 18%. 

Pada peringkat kelima, terdapat aplikasi Spinjam milik Shopee yang digunakan oleh 13% responden. Populix mencatat bahwa Spinjam berhasil mendapatkan posisi tersebut mungkin karena keterkaitannya dengan aktivitas e-commerce.

Selanjutnya, terdapat 12% responden yang menggunakan Findaya, diikuti oleh pengguna aplikasi pinjol Indodana sebanyak 11%. Adapun Mekar, Investree, Danacita, dan Amartha masing-masing memiliki proporsi pengguna sebesar 4%, 3%, 2%, dan 2%.

Survei Populix juga menemukan bahwa mayoritas pengguna aplikasi pinjol menggunakan layanan peminjaman dana kurang dari satu kali sebulan, yaitu sebanyak 66%. Sementara itu, 21% responden menggunakan layanan tersebut sekali sebulan, dan 13% menggunakan layanan dua sampai tiga kali sebulan.

Dalam hal nilai pinjaman, 66% responden meminjam kurang dari Rp1 juta, 24% meminjam antara Rp2 juta-Rp3 juta, 5% meminjam antara Rp3 juta-Rp4 juta, dan sisanya meminjam dengan nilai di atas Rp4 juta, di mana 3% di antaranya di atas Rp5 juta.

Survei ini dilakukan pada 15-18 September 2023, melibatkan 420 responden pengguna aplikasi pinjol dari total 1.017 responden yang mencakup seluruh demografi Indonesia. 

Mayoritas responden adalah perempuan (51%) dan berasal dari pulau Jawa (79%). Kelompok usia 17-25 tahun mendominasi dengan 55%, diikuti oleh kelompok usia 26-35 tahun sebanyak 31%.

Secara pekerjaan, mayoritas responden adalah pekerja (56%), diikuti oleh pelajar (21%), pengusaha (11%), ibu rumah tangga (6%), dan profesi lainnya (6%).