Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

Laba Fintech Lending Tembus Rekor Tertinggi, tapi Sejumlah Tantangan Masih Menghantui

  • Industri fintech lending mencetak laba tertinggi sejak 2021 dengan pertumbuhan 66,15% yoy menjadi Rp806,05 miliar per September 2024. Peningkatan laba ini dipengaruhi oleh kenaikan pendapatan operasional, meskipun masih terdapat sejumlah penyelenggara yang menghadapi tantangan.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Industri fintech peer-to-peer (P2P) lending mengalami perkembangan positif. Hanya saja sejumlah tantangan masih harus dihadapi.

Hal itu disampaikan Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM, dan LJK Lainnya (PVML) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agusman. Dia  menyampaikan beberapa perkembangan industri fintech peer-to-peer (P2P) lending. 

Dia mengungkapkan berbagai hal mulai dari pencapaian rekor laba dalam kurun empat tahun terarkhir hingga beragam tantangan dan langkah OJK untuk memperkuat industri. 

Cetak Laba Tertinggi

Industri fintech lending mencetak laba tertinggi sejak 2021 dengan pertumbuhan 66,15% yoy menjadi Rp806,05 miliar per September 2024. Peningkatan laba ini dipengaruhi oleh kenaikan pendapatan operasional, meskipun masih terdapat sejumlah penyelenggara yang menghadapi tantangan.

“Ini merupakan bukti keberhasilan industri dalam meningkatkan efisiensi operasional dan memperkuat struktur bisnis,” ujar Agusman melalui jawaban tertulis, dikutip Jumat, 22 November 2024.

Data Terbaru: Tren Pendanaan P2P Lending

Per September 2024, outstanding pendanaan di industri lending-based crowdfunding meningkat 33,73% secara tahunan (year-on-year) menjadi Rp74,48 triliun. Pendanaan didominasi oleh lender institusi yang mencapai 89,98%, sementara lender perorangan hanya sebesar 10,02%.

“Pertumbuhan ini mencerminkan kepercayaan yang terus meningkat dari lender, meskipun beberapa platform mengalami masalah sepanjang 2024. Kami terus mendorong penguatan integritas industri agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga,” tegas Agusman.

Fokus pada Pembiayaan Produktif

Pembiayaan produktif dari P2P lending dan perusahaan pembiayaan mengalami penurunan tipis per Agustus 2024, dengan porsi penyaluran mencapai 29% dari target 30%. Untuk mengatasi tantangan ini, OJK melakukan beberapa langkah strategis.

“Optimalisasi sinergi program untuk pembiayaan luar Jawa dan perluasan jalur distribusi pembiayaan menjadi bagian dari upaya kami meningkatkan kontribusi sektor produktif,” kata Agusman. Ia juga menekankan pentingnya relaksasi batas pembiayaan melalui regulasi untuk mencapai target ini.

Aturan Batasan Platform Fintech lending

Menanggapi kekhawatiran atas penggunaan berlebih platform fintech lending oleh konsumen, Agusman menjelaskan bahwa OJK telah melakukan pengawasan ketat.

“Jika ditemukan pelanggaran terkait batasan pendanaan pada lebih dari tiga platform, kami akan menjatuhkan sanksi administratif kepada penyelenggara,” tegasnya. OJK secara berkala melakukan pemeriksaan untuk memastikan kepatuhan penyelenggara terhadap regulasi yang berlaku.

Tidak Ada LPBBTI Berdampak Sistemik

Hingga saat ini, OJK belum menetapkan platform P2P lending yang dianggap berdampak sistemik. Penilaian sistemik didasarkan pada ukuran, keterkaitan, dan kompleksitas lembaga keuangan.

“Sejauh ini, tidak ada LPBBTI yang memenuhi kriteria sistemik. Kami sedang menyempurnakan regulasi untuk pengawasan lebih komprehensif,” kata Agusman.

Tantangan TWP90 dan Modal Minimum

Meski pertumbuhan terlihat positif, OJK mencatat ada 22 penyelenggara yang memiliki TWP90 di atas 5%. Penyelenggara ini telah diminta untuk menyusun rencana perbaikan kualitas pendanaan.

Di sisi lain, terdapat 14 penyelenggara yang belum memenuhi ekuitas minimum Rp7,5 miliar. Lima di antaranya sedang dalam proses penyuntikan modal. Agusman menjelaskan bahwa OJK terus mengawasi proses ini untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi.

“Kami memberikan pendampingan sekaligus sanksi jika penyelenggara tidak dapat memenuhi ketentuan modal,” tambahnya.

Batas Pendanaan P2P Lending Sedang Diharmonisasi

Terkait rencana penyesuaian batas maksimum pendanaan P2P lending hingga Rp10 miliar, Agusman menjelaskan bahwa kebijakan ini masih dalam tahap harmonisasi regulasi. Penyesuaian tersebut hanya berlaku untuk penyelenggara yang memenuhi syarat, seperti memiliki tingkat wanprestasi (TWP90) maksimal 5% dalam enam bulan terakhir serta tidak dalam sanksi pembatasan kegiatan usaha.

“Kami ingin memastikan bahwa pelaku yang mendapatkan relaksasi tersebut adalah mereka yang sehat secara finansial dan tidak melanggar aturan,” ujar Agusman.

Pembiayaan UMKM melalui Roadmap Baru

Agusman menyebutkan bahwa OJK telah meluncurkan dua roadmap strategis, yakni Roadmap LPBBTI 2023–2027 dan Roadmap Perusahaan Pembiayaan 2024–2028. Kedua peta jalan ini bertujuan untuk meningkatkan kontribusi pembiayaan sektor produktif, termasuk UMKM.

“Industri keuangan non-bank kami dorong untuk meningkatkan limit pembiayaan ke sektor produktif, mengatur pembatasan bunga, serta mendorong sinergi antara lembaga jasa keuangan, UMKM, dan sektor prioritas ekonomi,” jelas Agusman. Ia juga menambahkan, pelaku industri diminta memasukkan inklusi keuangan dan pemberdayaan UMKM sebagai bagian dari rencana bisnis mereka pada 2025.

Komitmen OJK terhadap Industri Keuangan Non-Bank

Agusman menegaskan bahwa OJK akan terus mendukung industri keuangan non-bank agar lebih berdaya saing dan berintegritas. Dengan roadmap yang terarah, penguatan pengawasan, dan kebijakan strategis, sektor ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian nasional, khususnya UMKM.

“Semua kebijakan yang kami lakukan bertujuan untuk menciptakan ekosistem keuangan non-bank yang inklusif, sehat, dan terpercaya bagi masyarakat Indonesia,” tutup Agusman.