Lender Institusi Mendominasi, Ini Dampaknya terhadap Fintech Lending yang Kecil
- Kebijakan pembatasan nominal outstanding pendanaan oleh lender non profesional hingga maksimum 20% dari total outstanding pendanaan akan berlaku paling lambat 1 Januari 2028.
Fintech
JAKARTA - Dalam implementasi kebijakan baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lender institusi, terutama dari sektor perbankan, diperkirakan akan semakin mendominasi industri P2P lending. Sejauh ini, porsi lender institusi perbankan telah mengungguli lender individu.
Hal ini menjadi tantangan besar bagi fintech lending kecil yang kesulitan menarik lender institusi. Kebijakan pembatasan nominal outstanding pendanaan oleh lender non profesional hingga maksimum 20% dari total outstanding pendanaan akan berlaku paling lambat 1 Januari 2028.
Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (KE PVML), menegaskan bahwa meskipun terdapat pembatasan, kebijakan ini tetap memberikan ruang bagi lender individu untuk berkontribusi dalam ekosistem P2P lending.
“Kami meminta penyelenggara P2P lending untuk melakukan langkah-langkah persiapan dan mitigasi risiko agar kebijakan ini tidak berdampak negatif pada kinerja mereka,” ujarnya melalui jawaban tertulis, dikutip Jumat, 10 Januari 2025.
- Apple Alot, Ini Daftar Perusahaan Asing yang Batal Investasi di Indonesia
- Los Angeles Dilanda Kebakaran Besar, Rumah Selebritis Jadi Lautan Api
- Menakar Kinerja Perbankan di Tahun 2024: BBCA, BBRI, dan BRIS Memimpin
Pembatasan Porsi Lender Non Profesional
OJK memperkenalkan kebijakan baru yang membagi lender pada platform P2P lending menjadi kategori profesional dan non profesional.
Agusman menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan memperkuat ekosistem P2P lending dengan meningkatkan kepercayaan pada industri. Salah satu poin utama dalam kebijakan ini adalah pembatasan nominal outstanding pendanaan oleh lender non profesional.
Kebijakan ini juga diharapkan dapat mengurangi risiko hukum yang sering muncul akibat masalah gagal bayar oleh lender individu.
Menurut Agusman, dampak kebijakan ini diproyeksikan akan meningkatkan nominal outstanding lender profesional, yang umumnya berasal dari institusi. Kebijakan ini menjadi langkah penting dalam mempersiapkan industri menuju ekosistem yang lebih stabil dan terjamin.
Pembukaan Peluang bagi Lender Asing
Selain itu, pembatasan terhadap lender individu juga dinilai membuka peluang masuknya lender asing ke dalam industri. Agusman menambahkan bahwa salah satu pertimbangan pembatasan ini adalah untuk melindungi konsumen dan meminimalkan risiko hukum yang selama ini menjadi perhatian utama, terutama terkait kasus gagal bayar.
Profil Borrower P2P Lending
Dalam laporan terbaru OJK, outstanding pembiayaan P2P lending pada November 2024 tumbuh 27,32% year-on-year (yoy) menjadi Rp75,60 triliun.
Berdasarkan profil borrower, perempuan mendominasi dengan porsi 54,34% dari total outstanding pembiayaan perorangan. Sementara itu, kelompok usia 19-34 tahun mencatat porsi tertinggi, yaitu 51,52% dari total outstanding pinjaman perorangan.
- Perankan Transgender di Squid Game 2, Ini Rekomendasi Drama Park Sung-Hoon
- 9 Artis Korea dengan Bayaran Termahal 2024, Ada Pemain Squid Game
- LK21 dan LokLok Ilegal, Berikut 5 Aplikasi Nonton Film dan Drama Lengkap dan Aman
Agusman juga mengungkapkan bahwa penyaluran pinjaman pada sektor produktif mencapai 30,91% dari total pinjaman.
Upaya peningkatan pembiayaan ke sektor produktif dan UMKM terus dilakukan melalui berbagai program, seperti relaksasi batas maksimum pembiayaan, optimalisasi sinergi untuk mendorong pembiayaan ke luar Jawa, serta perluasan jalur distribusi pembiayaan.
Proyeksi Kenaikan Outstanding P2P Lending pada 2025
Meski kebijakan tersebut baru akan sepenuhnya berlaku pada 2028, OJK memperkirakan adanya pertumbuhan signifikan dalam nominal outstandinglender pada 2025.
Agusman menyebutkan bahwa penguatan regulasi ini menjadi langkah penting dalam mempersiapkan industri menuju ekosistem yang lebih stabil dan terjamin.