logo
Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

Lender vs Fintech: Mengupas Kasus Hukum Modal Rakyat dan Implikasinya

  • Gugatan tersebut didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 20 Februari 2024 dengan nomor perkara 187/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL. Dalam gugatan tersebut, Toko Sumber Sembako juga disebut sebagai turut tergugat. Nilai sengketa yang diajukan mencapai Rp300 juta.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa setelah fintech peer-to-peer (P2P) lending Modal Rakyat memenangkan gugatan yang dilayangkan oleh lender, sejauh ini tidak ada isu yang perlu dikhawatirkan terkait dengan perusahaan yang bersangkutan. 

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, mewakili OJK untuk menyatakan hal tersebut. 

“Sejauh ini, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Semua masih dalam kendali,” ujar Agusman saat ditemui seusai konferensi pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) di Jakarta beberapa hari lalu.

Kasus hukum yang melibatkan platform fintech peer-to-peer (P2P) lending, Modal Rakyat, menjadi sorotan publik setelah salah satu pemberi pinjaman (lender) mengajukan gugatan terkait dugaan gagal bayar. Berikut adalah kronologi lengkap dari kasus tersebut.

Awal Mula Kasus

Pada November 2021, Haryani, seorang lender, mulai berinvestasi melalui platform Modal Rakyat. Ia tertarik bergabung karena adanya janji bahwa dana yang dipinjamkan diproteksi asuransi sebesar 70% hingga 95% dari pokok pinjaman, seperti yang tertera pada laman resmi dan media sosial Modal Rakyat. 

Awalnya, proses pendanaan berjalan lancar dan pengembalian dana tepat waktu. Namun, pada Mei 2023, Modal Rakyat menginformasikan melalui WhatsApp bahwa dua pendanaan Haryani akan direstrukturisasi karena peminjam, dalam hal ini Toko Sumber Sembako, mengalami kesulitan pengembalian pinjaman dan memerlukan waktu tambahan selama 90 hari untuk proses tersebut. Total dana yang dipinjamkan oleh Haryani kepada peminjam tersebut adalah sebesar Rp87,8 juta.

Gugatan Hukum

Merasa dirugikan, Haryani melalui kuasa hukumnya, Grace Sihotang, mengajukan gugatan terhadap Modal Rakyat dengan tuduhan wanprestasi atau gagal bayar. 

Gugatan tersebut didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 20 Februari 2024 dengan nomor perkara 187/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL. Dalam gugatan tersebut, Toko Sumber Sembako juga disebut sebagai turut tergugat. Nilai sengketa yang diajukan mencapai Rp300 juta.

Tanggapan Modal Rakyat dan OJK

Menanggapi gugatan tersebut, Modal Rakyat menyatakan sedang mempelajari kasus ini bersama tim kuasa hukum mereka. Mereka berharap proses hukum dapat berjalan dengan tertib sehingga dapat membuktikan komitmen mereka dalam menerapkan peraturan yang berlaku dan mempertahankan kepercayaan klien serta mitra. 

Selain itu, Modal Rakyat menyatakan keyakinannya dalam menghadapi gugatan tersebut karena merasa telah menjalankan operasional sesuai dengan regulasi yang ada. 

OJK juga turut menyoroti kasus ini. OJK memanggil pihak Modal Rakyat pada 21 Februari 2024 untuk meminta klarifikasi terkait gugatan yang dilayangkan oleh lender

Agusman, perwakilan dari OJK, menyatakan bahwa OJK berkomitmen untuk terus memantau perkembangan kasus ini dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi konsumen. OJK juga meminta Modal Rakyat untuk melakukan perbaikan internal terkait penerapan asuransi guna memitigasi risiko gagal bayar. 

Proses Mediasi dan Putusan Pengadilan

Selama proses hukum berlangsung, dilakukan beberapa kali mediasi antara peminjam dan penggugat. Peminjam menunjukkan itikad baik dengan menawarkan pengembalian sebagian piutang kepada penggugat. Namun, tawaran tersebut ditolak oleh penggugat, sehingga mediasi dinyatakan gagal.

Pada 30 Januari 2025, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengeluarkan putusan terkait kasus ini. Hakim memutuskan bahwa tuntutan gugatan tidak dapat diterima atau Niet Ontvankelijke Verklaard

Direktur Utama Modal Rakyat, Christian Hanggra, menyambut baik keputusan ini dan menyatakan bahwa hal tersebut menunjukkan komitmen Modal Rakyat untuk selalu taat hukum dan patuh terhadap regulasi yang berlaku. 

Christian juga menambahkan bahwa berdasarkan fakta hukum, nilai kerugian sebenarnya adalah Rp81 juta, bukan Rp300 juta seperti yang diklaim oleh penggugat. Selain itu, ia menegaskan bahwa penggugat seharusnya menggugat peminjam (borrower), bukan platform P2P lending seperti Modal Rakyat yang hanya bertindak sebagai perantara.

Kasus ini menyoroti pentingnya pemahaman yang jelas antara lender, peminjam, dan platform P2P lending mengenai peran dan tanggung jawab masing-masing pihak. 

Meskipun Modal Rakyat berhasil memenangkan gugatan ini, kasus serupa dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati dan memastikan transparansi dalam setiap transaksi yang dilakukan melalui platform fintech.