Mahkamah Agung Bebaskan Terpidana Kasus Korupsi Kredit Macet Rp39,5 Miliar
- Putusan peninjauan kembali dengan Nomor 1102 PK/Pid.Sus/2024 dijatuhkan oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Desnayati. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan Mujianto tidak terbukti bersalah dalam kasus kredit macet tersebut.
Hukum Bisnis
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) membebaskan Mujianto, terpidana dalam kasus korupsi kredit macet senilai Rp39,5 miliar dari sebuah bank BUMN, melalui putusan peninjauan kembali (PK).
Pembebasan ini menandai babak baru dalam kasus yang sebelumnya menjerat Mujianto dengan tuduhan korupsi terkait kredit bermasalah yang menyebabkan kerugian negara. Putusan MA tersebut memberikan angin segar bagi Mujianto, yang sebelumnya dijatuhi hukuman penjara selama 9 tahun.
Putusan peninjauan kembali dengan Nomor 1102 PK/Pid.Sus/2024 dijatuhkan oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Desnayati. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan Mujianto tidak terbukti bersalah dalam kasus kredit macet tersebut.
"Membebaskan terpidana Mujianto. Oleh karena itu, dari semua dakwaan penuntut umum," bunyi putusan PK dikutip Kamis, 19 September 2024.
Hakim juga membatalkan seluruh putusan vonis yang sebelumnya dijatuhkan kepada Mujianto,meliputi hukuman penjara, denda sebesar Rp500 juta, serta kewajiban untuk membayar uang pengganti senilai Rp13,4 miliar. Selain itu, dalam amar putusan, MA juga memerintahkan agar hak-hak Mujianto dipulihkan serta memerintahkan pembebasan segera atas dirinya.
"Membatalkan Putusan MA RI Nomor 2082 K/Pid.Sus/2023 tanggal 7 Juni 2023 tersebut," bunyi isi putusan.
- Komisi XI DPR Curigai Adanya Pengaturan Diskriminatif dalam RPMK Terkait Rokok Elektrik
- Pemerintah Targetkan 15 Juta Kendaraan Listrik Mengaspal Tahun 2030, Berikut Sederet Persiapannya
- Regulasi Berbasis FCTC Ancam Tenaga Kerja Pertembakauan, DPR Ingatkan Soal Intervensi Asing
Putusan MA ini mengundang perhatian luas karena kasus tersebut menjadi salah satu kasus korupsi yang menonjol di sektor perbankan. Kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) yang melibatkan pengusaha seperti Mujianto dianggap sebagai contoh kegagalan manajemen risiko dan pengawasan perbankan.
Keputusan pengadilan yang sebelumnya menjatuhkan hukuman kepada Mujianto dipandang sebagai upaya untuk menegakkan hukum dan mencegah penyalahgunaan fasilitas kredit bank BUMN.
Namun, melalui proses peninjauan kembali yang diajukan oleh pihak Mujianto, MA kini menyatakan bahwa bukti-bukti yang digunakan untuk menjerat Mujianto dalam putusan sebelumnya tidak cukup kuat.
Putusan ini tidak hanya berdampak langsung terhadap Mujianto, tetapi juga menimbulkan berbagai spekulasi masyarakat mengenai kualitas pengelolaan kredit di bank-bank milik negara.
- Komisi XI DPR Curigai Adanya Pengaturan Diskriminatif dalam RPMK Terkait Rokok Elektrik
- Pemerintah Targetkan 15 Juta Kendaraan Listrik Mengaspal Tahun 2030, Berikut Sederet Persiapannya
- Regulasi Berbasis FCTC Ancam Tenaga Kerja Pertembakauan, DPR Ingatkan Soal Intervensi Asing
Kronologi Kasus
Kasus kredit macet yang melibatkan Mujianto bermula dari pemberian fasilitas kredit sebesar Rp39,5 miliar oleh salah satu bank BUMN untuk proyek perumahan Takapuna Residence.
Kredit ini diduga melanggar prosedur perbankan yang berlaku, khususnya terkait prinsip kehati-hatian yang harus diterapkan dalam pemberian pinjaman oleh bank pemerintah. Akibatnya, proyek untuk meningkatkan infrastruktur perumahan mengalami kegagalan, mengakibatkan kerugian finansial.
Ketidakpatuhan terhadap prosedur menjadi contoh nyata manajemen risiko yang buruk di sektor perbankan, sehingga Mujianto dituduh melakukan korupsi terkait penggunaan dan pengelolaan kredit yang tidak sesuai ketentuan.
Mujianto adalah Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR). Dia divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan. Di tingkat Mahkamah Agung (MA) menganulir vonis bebas dengan menjatuhkan pidana penjara 9 tahun.
Setelah turunnya keputusan kasasi Mujianto kabur hingga Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan memasukkan Mujianto dalam daftar pencarian orang (DPO). Pada Agustus 2023 Mujianto menyerahkan diri dan dieksekusi di Lapas Tanjung Gusta Medan
Mujianto juga mengajukan peninjauan kembali (PK) atas vonis yang dia terima tersebut yang akhirnya dikabulkan.