Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

Menilik Dampak Kenaikan Batas Pinjaman Online Rp10 Miliar untuk UMKM dan Ekonomi Indonesia

  • OJK saat ini sedang mempersiapkan perubahan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan batas atas pinjaman online dari yang sebelumnya Rp2 miliar menjadi Rp10 miliar.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Fintech peer-to-peer (P2P) lending di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang pesat, seiring dengan meningkatnya kebutuhan akses pembiayaan dari berbagai sektor, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). 

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Center of Economic and Law Studies (CELIOS), penyaluran pinjaman melalui platform P2P lending mengalami lonjakan signifikan, dari Rp2,56 triliun pada tahun 2017 menjadi lebih dari Rp22,76 triliun hingga Maret 2024. 

Pertumbuhan ini didorong oleh kemudahan proses pengajuan pinjaman secara digital, yang semakin menarik minat pelaku usaha dan masyarakat umum.

Dalam merespons pertumbuhan tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merumuskan kebijakan baru yang diharapkan akan semakin memperkuat peran fintech P2P lending dalam mendukung sektor produktif di Indonesia, khususnya UMKM.

Rencana Kenaikan Batas Pinjaman hingga Rp10 Miliar

Menurut CELIOS, OJK saat ini sedang mempersiapkan perubahan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan batas atas pinjaman online dari yang sebelumnya Rp2 miliar menjadi Rp10 miliar. 

Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pelaku UMKM, yang kerap kali mengalami keterbatasan akses modal untuk pengembangan usaha. 

Dengan adanya kenaikan batas pinjaman ini, UMKM berpotensi mendapatkan dana yang lebih besar untuk ekspansi bisnis, membuka lapangan pekerjaan, serta meningkatkan daya saing di pasar lokal dan global.

Selain itu, kebijakan ini dipandang sebagai langkah strategis dalam mendorong perekonomian nasional, terutama dalam situasi ekonomi pascapandemi yang memerlukan dorongan lebih besar untuk bangkit.

Potensi dan Tantangan Kebijakan Baru OJK

CELIOS memandang bahwa kebijakan kenaikan batas pinjaman online ini menawarkan sejumlah potensi besar bagi perekonomian. 

Pertama, pelaku usaha dapat memperoleh akses dana yang lebih besar, yang dapat dimanfaatkan untuk modal ekspansi, pengembangan produk, hingga meningkatkan kualitas operasional bisnis mereka. 

Kedua, kebijakan ini juga bisa mendorong peningkatan pendapatan negara melalui penciptaan lapangan pekerjaan baru dan peningkatan aktivitas ekonomi di berbagai sektor.

Namun, CELIOS juga mengingatkan bahwa tantangan tetap ada. Salah satunya adalah tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia yang masih relatif rendah. Menurut data terbaru, tingkat literasi keuangan nasional baru mencapai 49,68%. 

Hal ini menandakan bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami dengan baik pengelolaan keuangan, termasuk dalam hal pinjaman online

Jika tidak diantisipasi dengan baik, rendahnya literasi ini dapat berisiko pada pengelolaan pinjaman yang kurang efektif, yang bisa berujung pada gagal bayar atau masalah keuangan lainnya.

Inovasi Credit Scoring dan Perlindungan Bagi Lender

Untuk meminimalkan risiko gagal bayar dan meningkatkan kepercayaan lender (pemberi pinjaman), CELIOS merekomendasikan OJK untuk bekerja sama dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dalam mengembangkan sistem credit scoring yang lebih inovatif. 

Sistem credit scoring berbasis big data dari UMKM dapat menjadi solusi untuk menilai kelayakan peminjam dengan lebih akurat. Hal ini tidak hanya akan mengurangi risiko gagal bayar, tetapi juga membantu fintech P2P lending mencegah potensi kejahatan finansial.

Sebagai perbandingan, Korea Selatan telah sukses mengembangkan inovasi fintech berbasis big data dan kecerdasan buatan (AI) untuk menilai kelayakan kredit secara lebih efektif. Model ini bisa diadopsi di Indonesia, sehingga pelaku UMKM dapat memperoleh akses pinjaman yang lebih mudah dengan risiko yang lebih terukur.

Kebijakan TWP90 dan Keamanan Investasi Fintech

CELIOS menekankan bahwa OJK juga harus memperhatikan aspek keamanan investasi fintech dan menetapkan standar yang ketat untuk platform P2P lending yang ingin menawarkan pinjaman dengan batas hingga Rp10 miliar. 

Salah satu langkah yang diusulkan adalah dengan menetapkan kebijakan TWP90, yaitu tingkat wanprestasi di atas 90 hari. 

Hanya platform yang memiliki TWP90 di bawah 5% yang seharusnya diizinkan untuk menawarkan pinjaman dalam jumlah besar. Ini menunjukkan bahwa platform tersebut memiliki manajemen risiko yang baik dan rendahnya potensi gagal bayar dari peminjam.

Selain itu, perlindungan bagi lender harus menjadi prioritas utama. OJK perlu memastikan kepastian hukum bagi fintech P2P lending dan menjaga reputasi platform agar tetap dipercaya oleh masyarakat. 

Asuransi kredit juga bisa menjadi opsi tambahan dalam credit scoring, memberikan perlindungan ekstra bagi lender jika terjadi risiko gagal bayar dari peminjam.

Kesimpulan

Kebijakan OJK untuk menaikkan batas pinjaman online hingga Rp10 miliar merupakan langkah strategis dalam mendukung pertumbuhan UMKM dan ekonomi nasional. 

Namun, seperti yang disoroti oleh CELIOS, kebijakan ini juga memerlukan pengawasan ketat, inovasi dalam sistem credit scoring, serta perlindungan bagi lender agar dapat berjalan optimal. 

Dengan demikian, kebijakan ini tidak hanya akan mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjaga stabilitas sektor fintech di Indonesia.