Menilik Konsep PTN-BH yang Disebut Biang Kerok UKT Mahal
- Kebijakan pemerintah yang memberikan otonomi lebih kepada perguruan tinggi negeri melalui skema Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) kini menjadi sorotan. PTN-BH dituding berbagai pihak sebagai salah satu penyebab utama mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di berbagai perguruan tinggi negeri (PTN).
Nasional
JAKARTA - Kebijakan pemerintah yang memberikan otonomi lebih kepada perguruan tinggi negeri melalui skema Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) kini menjadi sorotan.
PTN-BH dituding berbagai pihak sebagai salah satu penyebab utama mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di berbagai perguruan tinggi negeri (PTN).
Ada beberapa alasan mengapa tudingan ini muncul dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan mahasiswa serta orang tua.
Otonomi Pengelolaan Keuangan
Salah satu alasan utama adalah otonomi yang diberikan kepada PTN-BH dalam mengelola keuangan mereka.
Dibandingkan dengan Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN BLU), PTN-BH memiliki kebebasan lebih besar untuk menentukan besaran UKT.
Otonomi ini, meskipun bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kemandirian, seringkali berujung pada kenaikan UKT yang signifikan.
Ada kekhawatiran bahwa beberapa PTN-BH memanfaatkan otonomi ini untuk meningkatkan pendapatan tanpa memperhatikan kemampuan finansial mahasiswa mereka.
- Saham Raksasa Telekomunikasi Tertekan, Apakah Efek Starlink?
- Suku Bunga Tinggi, Ajukan Pinjaman di Bank Syariah Bisa Lebih Untung
- Mengenal Berbagai Jenis Cukai di Indonesia
Sumber Pendanaan Mandiri
PTN-BH juga dituntut untuk mencari sumber pendanaan sendiri, di luar dana yang diberikan oleh pemerintah. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menaikkan UKT.
Berbeda dengan PTN BLU yang lebih mengandalkan dana pemerintah, PTN-BH harus lebih mandiri dalam hal pendanaan, kondisi ini seringkali memberikan beban tambahan bagi mahasiswa untuk menanggung “akibat negatif” dari “kemandirian” tersebut.
Kurangnya Transparansi
Mekanisme penetapan UKT di PTN-BH sering dianggap kurang transparan. Proses yang tidak jelas dan kurang akuntabel ini menimbulkan kecurigaan bahwa penetapan UKT dilakukan tanpa pertimbangan yang berpihak kepada mahasiswa.
Kurangnya transparansi ini memperparah ketidakpercayaan dan menimbulkan banyak pertanyaan dari berbagai pihak.
Ketidakadilan bagi Mahasiswa Kurang Mampu
Kenaikan UKT yang tinggi di PTN-BH dianggap tidak adil bagi mahasiswa dan calon mahasiswa dari keluarga kurang mampu.
Hal ini dikhawatirkan dapat mempersempit akses pendidikan tinggi bagi mereka yang sebenarnya memiliki potensi namun terkendala oleh biaya.
Dampak sosial dari kebijakan ini bisa sangat luas, mengingat pendidikan adalah kunci penting dalam meningkatkan taraf hidup.
- Saham Raksasa Telekomunikasi Tertekan, Apakah Efek Starlink?
- Suku Bunga Tinggi, Ajukan Pinjaman di Bank Syariah Bisa Lebih Untung
- Mengenal Berbagai Jenis Cukai di Indonesia
Faktor Lain
Meskipun PTN-BH sering menjadi kambing hitam dalam isu kenaikan UKT, perlu juga dilihat faktor lain yang menyebabkan mahalnya biaya pendidikan.
Biaya operasional kampus yang tinggi, kurangnya bantuan dana dari pemerintah, dan tingginya permintaan untuk masuk ke PTN tertentu juga berkontribusi pada masalah ini.
Langkah Pemerintah
Untuk mengatasi masalah mahalnya UKT, pemerintah telah mengambil beberapa langkah seperti membuat regulasi baru tentang UKT (Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024), meningkatkan bantuan dana untuk PTN, dan mendorong PTN untuk mencari sumber pendanaan lain.
Peraturan ini menguraikan mengenai tarif SSBOPT, Biaya Kuliah Tunggal (BKT), Uang Kuliah Tunggal (UKT), serta Iuran Pengembangan Institusi (IPI). Langkah-langkah ini diharapkan dapat meringankan beban mahasiswa dan membuat biaya pendidikan lebih terjangkau.
Dibutuhkan dialog berkelanjutan antara semua pihak terkait untuk mencari solusi terbaik bagi masa depan pendidikan tinggi di Indonesia.
Pemerintah, perguruan tinggi, mahasiswa, dan masyarakat harus bekerja sama untuk memastikan bahwa pendidikan tinggi tetap terjangkau dan berkualitas bagi semua.