<p>Salah satu nasabah Jiwasraya yang tergabung dalam Forum Korban Jiwasraya mengikuti aksi damai di Kantor Pusat Jiwasraya, Jakarta, Jumat, 11 Agustus 2020. Aksi dilakukan demi menuntut kejelasan atas pencairan dana bagi para nasabah korban Jiwasraya yang sudah tidak jelas selama 2 tahun belakangan ini. Seperti diketahui Jiwasraya mengalami tekanan likuiditas sehingga  tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan sebesar Rp802 miliar. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
IKNB

Nasabah Inkracht Tegaskan Tak Akan Restrukturisasi Susulan Jiwasraya

  • Machril menyebutkan bahwa pihak Jiwasraya maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menawarkan restrukturisasi susulan kepada para nasabah pemegang Inkracht walaupun mereka sudah dengan tegas menolak restrukturisasi.
IKNB
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Sejak berakhirnya tahun lalu, proses restrukturisasi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) masih menuai kontroversi.  Wakil Nasabah yang memegang Inkracht (Putusan Berkekuatan Hukum Tetap), Machril, menegaskan bahwa para nasabah yang telah menolak restrukturisasi menyatakan bahwa mereka tidak akan mengikuti restrukturisasi susulan. 

Machril menyebutkan bahwa pihak Jiwasraya maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menawarkan restrukturisasi susulan kepada para nasabah pemegang Inkracht walaupun mereka sudah dengan tegas menolak restrukturisasi. 

Bahkan, OJK dikatakan Machril masih mengirimkan surat penawaran restrukturisasi dalam beberapa waktu ke belakang. 

Mahcril mengatakan bahwa pihaknya menyayangkan dengan bagaimana tawaran restrukturisasi ini dilayangkan kepada para nasabah pemegang Inkracht. 

Dikatakan oleh Machril, penawaran yang ditujukan kepada para nasabah pemegang Inkracht memperlihatkan adanya kesan mengancam. 

“Diancam biar ketakutan, mereka mengancam dengan bilang, ‘kalau nanti kamu tinggal di situ (alias menolak restrukturisasi), nanti jadi utang piutang lho’,” kata Machril saat ditemui TrenAsia, dikutip Selasa, 27 Februari 2024. 

Mahcril menyampaikan bahwa saat ini, para nasabah pemegang Inkracht memiliki dasar hukum yang kuat untukmempertahankan pendirian dalam menolak restrukturisasi. 

Ia pun menyebutkan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28H ayat 4 yang di dalamnya berbunyi, “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.”

Kemudian, Mahcril juga mengusung Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dengan kedudukan para nasabah yang menolak restrukturisasi memegang status Inkracht, maka sudah selayaknya apabila mereka bersiteguh kepada pendirian dalam menolak restrukturisasi. 

“Dasarnya kami sudah cukup kuat, sudah kuat dan dilindungi oleh negara. Makanya, kami melakukan konsolidasi (sisa nasabah yang menolak restrukturisasi),” kata Machril. 

Dalam konteks ini, nasabah menilai bahwa penolakan restrukturisasi merupakan upaya untuk mempertahankan hak-hak mereka yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar.

Sebelumnya, sejumlah nasabah Jiwasraya telah mengirimkan petisi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meminta perusahaan asuransi BUMN tersebut membayarkan klaim nasabah yang sudah memiliki keputusan Inkracht.

Surat petisi ini disusun dan ditandatangani oleh 36 nasabah Jiwasraya yang dipimpin oleh Pengacara OC Kaligis, pada tanggal 10 November 2023. 

Dalam petisi tersebut, para nasabah menuntut total klaim sebesar Rp300 Miliar yang telah diputuskan Inkracht. Menariknya, Jiwasraya seharusnya mampu memenuhi kewajibannya, mengingat perusahaan ini memiliki aset sekitar Rp6,7 Triliun, sesuai dengan Laporan Keuangan tahun 2022.

Keberadaan aset ini pun ditandai oleh para nasabah pemegang Inkracht. Machril menyebutkan, dengan total klaim yang sekitar ratusan miliar rupiah, tentunya Jiwasraya seharusnya memiliki peluang untuk menuntaskan tanggung jawabnya. 

Per-Desember 2023, total klaim nasabah yang menolak restrukturisasi menyusut ke sekitar Rp187 miliar seiring dengan berjalannya proses pengalihan polis ke IFG. 

Dalam kesempatan yang sama, terungkap bahwa terdapat perbedaan data terkait tingkat restrukturisasi yang disampaikan oleh OJK dan BUMN. 

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo dalam acara peresmian pengalihan polis dari Jiwasraya ke IFG Life mengungkapkan bahwa nasabah yang menolak restrukturisasi sebanyak 0,28%. 

Sementara itu, terungkap bahwa Jiwasraya menyebutkan tingkat restrukturisasi sebesar 0,28%, sedangkan OJK mencatatnya sebesar 0,49%. Berbeda dengan keduanya, Mahcril mengatakan bahwa nasabah yang menolak restrukturisasi tercatat sebanyak 0,3%. 

Meskipun Menteri Keuangan memberikan persetujuan terhadap restrukturisasi, nasabah yang menolak merasa memiliki dasar hukum yang kuat untuk melawan kebijakan tersebut.

Mereka berharap OJK dapat mengambil sikap yang lebih tegas dan memperkuat mekanisme pembayaran Jiwasraya agar nasabah tidak merasa dirugikan.

Para nasabah pun mengimbau kepada OJK untuk lebih peduli terhadap konsumen dan mengambil langkah-langkah yang dapat memperbaiki citra industri asuransi di Indonesia.

Sebagai respons terhadap penawaran OJK dan Jiwasraya yang dinilai berlarut-larut, nasabah juga berencana untuk meningkatkan tekanan melalui media sosial dan memberikan informasi kepada masyarakat..

Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, beberapa waktu yang lalu menjelaskan bahwa polis yang sudah dialihkan ke IFG Life merupakan polis yang telah disetujui program restrukturisasi. 

Produk tersebut kemudian dipindahkan ke polis sejenis di IFG Life sehingga pemegang polis kini memiliki status sebagai pemegang polis IFG Life yang baru.

Ogi menyebutkan bahwa polis yang telah dialihkan ke IFG Life memiliki manfaat yang sama sesuai dengan polis hasil restrukturisasi. 

“Akan dibayarkan sesuai jadwal," ungkap Ogi dalam konferensi pers RDK bulanan OJK pada Selasa, 9 Januari 2024.

IFG Life telah menerima pengalihan polis sebesar Rp35,26 triliun. Untuk membayar tagihan polis jatuh tempo, IFG Life saat ini menunggu pencairan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp35,6 triliun yang dijadwalkan masuk pada triwulan pertama 2024.

OJK memastikan bahwa Jiwasraya masih tetap beroperasi dan belum dilikuidasi. Oleh karena itu, nasib pemegang polis yang menolak restrukturisasi harus segera diatasi dalam rencana aksi.