OJK Ngaku Sudah Beri Cukup Waktu pada Industri Asuransi untuk Penuhi Modal Minimum
- Sejumlah perusahaan asuransi menghadapi tantangan berat dalam memenuhi syarat ekuitas minimum yang akan diberlakukan secara bertahap pada tahun 2026 dan 2028. Kondisi ini diperparah oleh rendahnya tingkat profitabilitas yang membuat perusahaan kesulitan dalam meningkatkan laba secara organik. Selain itu, perusahaan asuransi juga dihadapkan pada implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 117 yang berpotensi merusak ekuitas.
IKNB
JAKARTA - Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, menyatakan bahwa kebijakan OJK terkait peningkatan modal minimum dan ekuitas minimum bagi perusahaan asuransi merupakan langkah strategis untuk memperkuat industri perasuransian di Indonesia. Menurut Ogi, kebijakan ini sangat penting untuk meningkatkan kapasitas perusahaan asuransi agar lebih mampu menghadapi tantangan di masa depan.
"Kebijakan ini sudah menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindari jika kita ingin memperkuat fondasi industri perasuransian di Indonesia," ungkap Ogi dalam paparannya di acara Indonesia Rendezvous, yang berlangsung di Bali beberapa hari lalu.
- Beberapa Bank Merugi karena Kenaikan Pencadangan, Begini Penjelasan OJK
- Sederet Fakta Calon Menteri Prabowo yang Dipanggil, Mulai dari Muka Cerah - Pakta Integritas
- Sri Mulyani Dipinang Prabowo jadi Menteri Keuangan
Kesiapan Pelaku Usaha dalam Menghadapi Kebijakan Baru
Ogi juga menyoroti pentingnya kesiapan pelaku usaha di sektor jasa keuangan, khususnya perusahaan asuransi, untuk memenuhi ketentuan peningkatan modal ini. Ia berharap seluruh pelaku usaha di industri asuransi dapat melakukan persiapan yang matang dalam memenuhi syarat modal yang baru.
OJK memberikan waktu yang cukup bagi perusahaan asuransi untuk memenuhi ketentuan tersebut agar dapat beradaptasi dengan baik.
"Kami memberikan kelonggaran waktu yang cukup untuk memenuhi ketentuan peningkatan modal ini, baik modal umum maupun modal sektor perusahaan asuransi," tegas Ogi.
Program Penjaminan Polis untuk Meningkatkan Kepercayaan Publik
Selain kebijakan peningkatan modal, OJK juga sedang merancang program penjaminan polis yang akan dilaksanakan bersama dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Program ini diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi, serta memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional.
“Kami juga sedang mempersiapkan program penjaminan polis yang akan bekerja sama dengan LPS. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perasuransian, serta mengantisipasi risiko potensial dan menjaga stabilitas sistem keuangan,” jelasnya.
Baca Juga: PSAK 117 Dapat Berdampak kepada Perusahaan Asuransi dengan Profitabilitas yang Rendah
Perusahaan Asuransi Hadapi Tantangan Penuhi Ekuitas Minimum dan Implementasi PSAK 117
Sejumlah perusahaan asuransi menghadapi tantangan berat dalam memenuhi syarat ekuitas minimum yang akan diberlakukan secara bertahap pada tahun 2026 dan 2028.
Kondisi ini diperparah oleh rendahnya tingkat profitabilitas yang membuat perusahaan kesulitan dalam meningkatkan laba secara organik. Selain itu, perusahaan asuransi juga dihadapkan pada implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 117 yang berpotensi merusak ekuitas.
Di sektor asuransi umum, hingga akhir Agustus 2024, tercatat 23 dari 71 perusahaan asuransi yang belum memenuhi persyaratan ekuitas minimum sebesar Rp 250 miliar. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 23/2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah. Mereka memiliki tenggat hingga 31 Desember 2026 untuk memenuhi ketentuan tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, menyatakan bahwa permasalahan modal ini lebih banyak dialami oleh perusahaan asuransi lokal. Sebagai asosiasi yang menaungi perusahaan asuransi dan reasuransi, AAUI berupaya mencari solusi agar perusahaan-perusahaan asuransi lokal tidak berujung pada pengembalian izin usaha.
Tantangan Modal dan Upaya Pemegang Saham
Budi menekankan bahwa masalah kecukupan modal menjadi tanggung jawab pemegang saham. Meski begitu, direksi perusahaan juga memiliki peran penting untuk meyakinkan pemegang saham bahwa perusahaan memiliki prospek yang baik serta imbal hasil yang menarik, sehingga mereka bersedia menyuntikkan modal tambahan.
Namun, meyakinkan pemegang saham tidaklah mudah. Budi mengungkapkan bahwa saat ini banyak perusahaan asuransi umum yang memiliki tingkat profitabilitas rendah. Sebagian besar perusahaan masih mengandalkan hasil investasi sebagai pendorong utama keuntungan, sementara kinerja underwriting justru mengalami penurunan.
Meskipun pendapatan premi menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, hal ini tidak cukup untuk menutupi kerugian yang dialami perusahaan, terutama pada semester pertama 2024. Akibatnya, banyak perusahaan mengalami penurunan ekuitas.
Perusahaan asuransi yang masih berjuang untuk memenuhi ketentuan modal minimum telah menyampaikan permohonan kepada OJK untuk memberikan relaksasi waktu. Permintaan ini juga disampaikan dalam diskusi Executive Gathering yang berlangsung pada 28th Indonesia Rendezvous di kawasan Nusa Dua, Bali.
- Menelisik Tuduhan Kerja Paksa pada Industri Nikel Indonesia
- Indonesia Bangun Pabrik Baterai Mobil, Sudah Siapkah Proses Daur Ulang Limbah Lithium?
- Ada 41 Juta Generasi Sandwich di Indonesia, Mungkinkah Membeli Rumah?
PSAK 117: Tantangan Baru Bagi Perusahaan Asuransi
Tak hanya terbebani oleh pemenuhan ekuitas minimum, perusahaan asuransi juga dihadapkan pada implementasi PSAK 117, yang mulai berlaku secara wajib pada 1 Januari 2025. Seluruh perusahaan asuransi dan reasuransi diwajibkan menjalankan parallel run pada tahun 2024 ini untuk mempersiapkan diri.
Dalam kajian sementara AAUI, tercatat bahwa sekitar 40 perusahaan asuransi umum mengalami penurunan ekuitas sebagai dampak dari penerapan PSAK 117. Budi menyebutkan bahwa hal ini menjadi pekerjaan rumah tambahan bagi perusahaan asuransi. PSAK 117 mengharuskan perusahaan untuk melakukan pencadangan yang memadai untuk setiap portofolio bisnis, yang pada akhirnya berpotensi mengurangi ekuitas mereka.
“Dari hasil pemetaan kami, ada sekitar 40 perusahaan asuransi yang ekuitasnya turun akibat PSAK 117. Ini menjadi pekerjaan rumah lagi,” jelas Budi, yang juga merupakan Direktur Utama PT Asuransi Candi Utama saat ditemui di 28th Indonesia Rendezvous di Bali, dikutip Selasa, 15 Oktober 2024.