OJK Terbitkan POJK Sinergi Perbankan Syariah Satu Kepemilikan
Sebagai upaya meningkatkan efisiensi industri perbankan Syariah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan POJK Nomor 28/POJK.03/2019 tentang Sinergi Perbankan Dalam Satu Kepemilikan Untuk Pengembangan Perbankan Syariah. Sinergi tersebut adalah dengan melalui pengoptimalan sumber daya Bank Umum oleh Bank Umum Syariah (BUS) yang memiliki hubungan kepemilikan.
Industri
Jakarta-Sebagai upaya meningkatkan efisiensi industri perbankan Syariah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan POJK Nomor 28/POJK.03/2019 tentang Sinergi Perbankan Dalam Satu Kepemilikan Untuk Pengembangan Perbankan Syariah.
Sinergi tersebut adalah dengan melalui pengoptimalan sumber daya Bank Umum oleh Bank Umum Syariah (BUS) yang memiliki hubungan kepemilikan.
Menurut Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I Teguh Supangkat, penerbitan POJK ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing BUS. Terutama dalam memberikan pelayanan kepada nasabah. Ini diharapkan dapat memperluas akses layanan perbankan syariah bagi masyarakat. Terutama masyarakat yang belum mengenal, menggunakan, atau mendapatkan layanan perbankan syariah (inklusi keuangan).
“Sinergi perbankan disini adalah kerja sama antara BUS dan Bank Umum yang memiliki hubungan kepemilikan. Sinergi ini dengan melalui pengoptimalan sumber daya manusia, teknologi informasi dan jaringan kantor milik Bank Umum. Hal ini guna menunjang pelaksanaan kegiatan BUS yang memberikan nilai tambah bagi BUS dan Bank Umum,” kata Teguh di Jakarta, Senin (10/12).
“POJK ini memperluas ruang kerja sama yang dapat dilakukan oleh BUS dan Bank Umum yang memiliki hubungan kepemilikan. Baik hubungan kepemilikan vertikal (sinergi antara induk dan anak perusahaan). Juga hubungan kepemilikan horizontal (sinergi antara sister company), maupun gabungan keduanya,” jelas Teguh.
Teguh memberikan contoh sinergi di bidang SDM antara lain adalah peran komite independen pada bank umum yang merangkap sebagai pihak independen pada komite BUS. Juga penggunaan sumber daya manusia Bank Umum sebagai anggota tambahan pada komite BUS.
Menurutnya, sinergi di bidang TI contohnya penggunaan data center (DC) dan disaster recovery center (DRC) bank umum oleh BUS. Sedangkan sinergi di bidang jaringan kantor misalnya pembukaan jaringan kantor BUS di alamat yang sama dengan jaringan kantor bank umum (co-location atau office sharing).
POJK ini juga memungkinan nasabah BUS dapat dilayani di jaringan kantor Bank Umum. Itu berkat kerja sama Layanan Syariah Bank Umum (LSBU). Kegiatan yang dapat dilayani di jaringan kantor Bank Umum mulai dari kegiatan penghimpunan dana, pembiayaan, dan pemberian jasa perbankan lainnya berdasarkan prinsip syariah. Selain itu, BUS juga dapat melakukan kegiatan usaha berdasarkan BUKU. Juga dan/atau modal inti Bank Umum induknya dengan tetap memenuhi persyaratan lainnya sebagaimana diatur dalam masing-masing kegiatan usaha tersebut.
Namun demikian, menurut Teguh, Sinergi Perbankan tidak menghilangkan tanggung jawab BUS atas risiko dari kegiatan yang disinergikan dengan Bank Umum. Sinergi Perbankan yang diatur dalam POJK ini tidak termasuk penggunaan modal Bank Umum untuk perhitungan batas maksimum penyaluran dana (BMPD) BUS. Juga penggunaan manajemen Bank Umum (Direksi, Dewan Komisaris, DPS, komite yang wajib dibentuk oleh BUS, dan Pejabat Eksekutif) untuk merangkap jabatan sebagai manajemen BUS.
Untuk dapat melaksanakan Sinergi Perbankan, BUS dan Bank Umum harus mencantumkan rencana Sinergi Perbankan dalam rencana bisnis masing-masing. Keduanya juga harus mengajukan permohonan persetujuan kepada OJK. Permohonan persetujuan cukup diajukan oleh BUS (satu pintu).
Berdasarkan data OJK, sampai Oktober 2019 terdapat 14 Bank Umum Syariah (BUS) dan 20 Unit Usaha Syariah (UUS) dengan total aset Rp499,98 triliun atau 6,01 persen dari seluruh aset perbankan nasional.
Pada Oktober 2019, aset perbankan syariah (BUS dan UUS) tumbuh 10,15 persen (yoy). Selanjutnya Dana Pihak Ketiga tumbuh 13,03 persen (yoy) dan Pembiayaan Yang Diberikan (PYD) tumbuh 10,52 persen.