Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

OJK Umumkan Batas Bunga Fintech Lending dan Aturan Baru Paylater, Berikut Rinciannya

  • Untuk menciptakan ekosistem industri LPBBTI yang sehat, efisien, dan berkelanjutan, OJK juga memperkenalkan sejumlah pengaturan baru yang harus diimplementasikan bertahap.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA -  Otoritas Jasa Keuangan (OJK)) akan menerapkan sejumlah langkah baru  khususnya terkait Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer-to-peer (P2P) lending dan skema Buy Now Pay Later (BNPL) bagi perusahaan pembiayaan.

OJK mengeluarkan Surat Edaran Nomor 19/SEOJK.05/2023 yang mengatur tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Salah satu poin pentingnya adalah penyesuaian batas maksimum manfaat ekonomi LPBBTI per hari, yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Penyesuaian ini dilakukan berdasarkan evaluasi berkala dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan perkembangan industri LPBBTI.

“Dengan mempertimbangkan perlunya peningkatan akses keuangan bagi masyarakat, terutama untuk sektor produktif dan UMKM, kami menetapkan batas manfaat ekonomi baru yang akan mendukung keberlanjutan pendanaan dari Pemberi Dana,” kata Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), M. Ismail Riyadi melalui pengumuman tertulis,  dikutip Kamis, 2 Januari 2025.

Berikut tabel batas maksimum manfaat ekonomi LPBBTI:

TenorBatas maksimum manfaat ekonomi per hari (%)
KonsumtifProduktif
Mikro dan Ultra MikroKecil dan Menengah
< 6 bulan0,30,2750,1
> 6 bulan0,20,10,1

Penguatan Regulasi LPBBTI: Meningkatkan Kualitas dan Mitigasi Risiko

Untuk menciptakan ekosistem industri LPBBTI yang sehat, efisien, dan berkelanjutan, OJK juga memperkenalkan sejumlah pengaturan baru yang harus diimplementasikan bertahap. Beberapa poin penting dalam pengaturan ini meliputi:

  1. Persyaratan Usia dan Pendapatan Minimum
    • Pemberi Dana dan Penerima Dana harus berusia minimal 18 tahun atau telah menikah.
    • Penerima Dana wajib memiliki penghasilan minimum Rp3 juta per bulan.
  2. Klasifikasi Pemberi Dana
    • Pemberi Dana dibagi menjadi Profesional dan Non Profesional:
      • Pemberi Dana Profesional mencakup lembaga jasa keuangan, perusahaan berbadan hukum, hingga perseorangan dengan penghasilan di atas Rp500 juta per tahun.
      • Pemberi Dana Non Profesional adalah mereka dengan penghasilan di bawah Rp500 juta per tahun, dengan maksimum penempatan dana sebesar 10% dari total penghasilan per tahun di satu Penyelenggara LPBBTI.
  3. Pembatasan Porsi Dana Non Profesional
    • Porsi nominal outstanding pendanaan oleh Pemberi Dana Non Profesional tidak boleh melebihi 20% dari total nominal outstanding pendanaan, berlaku paling lambat 1 Januari 2028.

“Kami meminta penyelenggara LPBBTI untuk melakukan langkah-langkah mitigasi risiko agar tidak mengganggu kinerja mereka. Langkah ini penting untuk menjaga keberlanjutan ekosistem,” tegas Ismail.

Baca Juga: OJK akan Batasi Lender Non-Profesional di Fintech Lending: Ruh Peer-to-Peer Terancam?

Aturan Baru untuk Skema Buy Now Pay Later (BNPL)

Selain LPBBTI, OJK juga tengah mempersiapkan aturan terkait skema BNPL bagi perusahaan pembiayaan. Aturan ini dirancang untuk melindungi konsumen dari risiko jebakan utang, sekaligus mendukung pengembangan industri yang lebih sehat.

Beberapa poin penting aturan BNPL meliputi:

  1. Kriteria Nasabah
    • Nasabah BNPL harus berusia minimal 18 tahun atau telah menikah.
    • Pendapatan minimum nasabah adalah Rp3 juta per bulan.
    • Aturan ini mulai berlaku efektif untuk nasabah baru atau perpanjangan pembiayaan paling lambat 1 Januari 2027.
  2. Pencatatan Transaksi
    • Perusahaan pembiayaan wajib mencatat transaksi BNPL nasabah di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
  3. Notifikasi kepada Nasabah
    • Perusahaan harus memberikan notifikasi kepada nasabah mengenai pentingnya kehati-hatian dalam penggunaan BNPL.

“Pengaturan ini untuk memastikan bahwa BNPL digunakan dengan bijak, terutama oleh konsumen dengan literasi keuangan yang belum memadai. Kami juga mengantisipasi dampak negatif seperti jebakan utang,” ungkap Ismail.

Evaluasi dan Peninjauan Berkala

OJK menegaskan bahwa seluruh pengaturan ini dapat ditinjau kembali sesuai perkembangan ekonomi, stabilitas keuangan, dan kondisi industri. Langkah ini memastikan kebijakan tetap relevan dan responsif terhadap kebutuhan pasar.

Dengan penguatan aturan ini, OJK berharap industri jasa keuangan, khususnya LPBBTI dan BNPL, dapat tumbuh secara berkelanjutan sambil tetap melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat luas. Langkah ini sekaligus mendukung agenda inklusi keuangan nasional, sejalan dengan roadmap yang telah disusun untuk periode 2023-2028.

“Kami mengajak seluruh pelaku industri untuk bersama-sama menjaga integritas dan stabilitas ekosistem keuangan di Indonesia. Kolaborasi semua pihak adalah kunci keberhasilan langkah ini,” tutup Ismail Riyadi.