<p>Sejumlah Driver Ojek Online menunggu orderan di Jakarta, Jumat, 10 April 2020. Peraturan Gubernur DKI Jakarta dalam pelaksanaan PSBB mengatur angkutan roda dua seperti ojek online maupun ojek konvensional dilarang membawa penumpang. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Nasional

Pemda Ikut Bayar Subsidi Transportasi Rp2,17 Triliun, Pengamat: Rawan Penyelewengan

  • Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno menyebut, kebijakan ini berpotensi rawan diselewengkan
Nasional
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Kementerian Keuangan mengamanahkan pemerintah daerah (Pemda) mengalokasikan 2% dari anggaran dana transfer umum (DTU), baik dana alokasi umum (DAU) maupun dana bagi hasil (DBH) untuk ikut membayar subsidi transportasi.

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun Angaran 2022. Merespons hal ini, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno menyebut, kebijakan ini berpotensi rawan diselewengkan.

“Pendelegasian anggaran subsidi transportasi umum ke daerah sangat rawan penyelewengan,” kata Djoko dalam keterangan tertulis, Selasa 6 September 2022.

Artinya, pemda bertanggung jawab untuk menyisihkan dan menyalurkan subsidi transportasi angkutan umum senilai Rp2,17 triliun sebagaimana yang sudah ditetapkan pemerintah. Selebihnya, pemerintah pusatlah yang bertanggung jawab atas bantalan sosial lain berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) Rp12,4 triliun, Bantuan subsidi upah Rp9,6 triliun.

Sehingga, pemerintah menganggarkan sebesar Rp24 triliun untuk bantalan sosial dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Dalam pendelegasian subsidi transportasi umum, sektor yang disebut akan mendapatkan kucuran dana bantuan adalah angkutan umum, ojek online, dan nelayan. Djoko menilai, titik potensi penyelewengan terletak pada tidak adanya data base driver ojek online.

Dengan demikian, pemda tidak memiliki basis data untuk menyalurkan subsidi transportasi langsung kepada driver ojek online. “Hingga sekarang pemerintah tidak memiliki data jumlah driver online karena tidak diberikan oleh aplikator.”

Untuk itu, ia menyarankan agar subsidi sebaiknya tidak diarahkan untuk angkutan berbasis online atau ojek daring. Sebab, pemberian subsidi dinilai hanya akan menguntungkan aplikator.

“Sementara pengemudi ojek online sebagai mitra tidak akan merasakan peningkatan pendapatannya karena tergerus oleh potongan-potongan fasilitas aplikasi yang sangat besar,” lanjut dia.

Sebagai informasi, pemerintah pada Sabtu (3/9) memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi. Harga pertalite naik sekitar 31% dari sebelumnya Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter. 

Kemudian, harga per liter solar subsidi naik 32% dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter. Adapun harga pertamax nonsubsidi naik 16% dari Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter.