Minuman kemasan (p2ptm.kemkes.go.id)
Hukum Bisnis

Pemerintah Cuan Rp6,25 Triliun dari Cukai Minuman Berpemanis

  • Pengenaan cukai pada MBDK diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Dalam rangka penerapan ini, BAKN DPR mengusulkan tarif cukai sebesar 2,5 persen.

Hukum Bisnis

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA – Penerapan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dinilai memiliki potensi besar untuk meningkatkan pendapatan negara. Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Telisa Aulia Falianty, menyebut kebijakan ini dapat menambah penerimaan negara hingga Rp6,25 triliun.

Pengenaan cukai pada MBDK diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Dalam rangka penerapan ini, BAKN DPR mengusulkan tarif cukai sebesar 2,5 persen. 

Di sisi lain, pemerintah menawarkan tarif yang lebih spesifik, yaitu Rp1.500 per liter untuk minuman berpemanis seperti minuman ringan, teh, dan minuman energi, serta Rp2.500 per liter untuk minuman dari konsentrat atau ekstrak seperti sirup.

“Tapi, kemudian pemerintah itu merancang aturan mengenai jenisnya, jadi minuman berpemanis dalam kemasan seperti minuman ringan, teh kemasan, dan minuman energi itu adalah Rp1.500 per liternya,” terang Telisa, dalam keterangan resmi di Jakarta, dikutip Jumat, 20 Desember 2024.

Tujuan Penerapan Cukai

Telisa menjelaskan bahwa penerapan cukai pada MBDK bertujuan utama untuk menekan prevalensi diabetes, yang menjadi penyebab kematian nomor dua di Indonesia. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong masyarakat, terutama generasi muda, untuk mengurangi konsumsi minuman manis yang berisiko bagi kesehatan.

Selain aspek kesehatan, cukai ini juga menjadi instrumen strategis dalam upaya pemerintah meningkatkan penerimaan negara. Dengan potensi pendapatan tambahan yang signifikan, kebijakan ini diharapkan mampu mendukung program-program prioritas di bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Telisa menekankan pentingnya penetapan waktu penerapan cukai secara jelas dan terencana. Kepastian ini diperlukan agar produsen dan pelaku industri dapat mempersiapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyesuaikan proses produksi dengan regulasi baru. 

Meskipun kebijakan ini membutuhkan penyesuaian dari sisi produksi, penerapan cukai ini dinilai dapat memberikan dampak positif bagi industri dalam jangka panjang. Dengan waktu persiapan yang cukup, industri dapat merencanakan strategi yang matang untuk mematuhi regulasi sekaligus menjaga keberlanjutan bisnis mereka.

Kebijakan cukai MBDK tidak hanya diharapkan mendukung pengendalian konsumsi minuman berpemanis, tetapi juga memberikan kontribusi besar dalam mencapai target pendapatan negara. Dengan tambahan penerimaan hingga Rp6,25 triliun, pemerintah dapat memperkuat alokasi anggaran untuk sektor-sektor penting, seperti kesehatan dan pendidikan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Prevelensi Diabetes di Indonesia

Indonesia saat ini menduduki peringkat ke-5 dunia dalam jumlah penderita diabetes, dengan total 19,5 juta penderita diabetes melitus (DM) berdasarkan data Federasi Diabetes Internasional (IDF). 

Angka ini diproyeksikan meningkat signifikan menjadi 28,6 juta pada tahun 2045 jika tidak ada intervensi yang efektif. Prevalensi diabetes melitus di Indonesia juga terus meningkat, mencapai 11,7 persen pada tahun 2023. 

Tingginya angka ini menjadi ancaman serius terhadap upaya Indonesia mencapai visi Indonesia Emas 2045, terutama dalam memanfaatkan bonus demografi. Generasi sumber daya manusia (SDM) emas yang diharapkan menjadi pilar negara maju berpotensi tergerus oleh tingginya prevalensi diabetes.

“Kita harus punya bangsa yang lebih sehat dan bukan berpenyakit. Sudah alarming (mengkhawatirkan) banget nih kondisi kesehatan masyarakat dan generasi muda kita. Masa kita mau generasi muda hancur gara-gara gula gitu kan,” pungkas Telisa.

Diabetes sendiri terjadi karena tubuh tidak memproduksi insulin yang cukup atau tidak merespons insulin dengan baik, yang berujung pada komplikasi fatal seperti penyakit jantung, gagal ginjal, kebutaan, amputasi, hingga kematian.