<p>Drone pembasmi hama yang dikembangkan Fakultas MIPA UGM/Humas UGM</p>

Peneliti UGM Kembangkan Drone Pembunuh Hama

  • Yogyakarta- Jika Amerika menggunakan drone untuk menghancurkan target dan membunuh orang, termasuk mengabisi jenderal Iran dan membawa dunia di pinggir jurang perang, peneliti Fakultas MIPA UGM ini juga mengembangkan pesawat tanpa awak pembunuh. Bedanya, mereka mengembangkan inovasi sistem pembasmi hama dan penyakit tanaman melalui udara dengan memanfaatkan pesawat tanpa awak secara otonom. “Sistem pembasmi hama […]

Amirudin Zuhri

Amirudin Zuhri

Author

Yogyakarta- Jika Amerika menggunakan drone untuk menghancurkan target dan membunuh orang, termasuk mengabisi jenderal Iran dan membawa dunia di pinggir jurang perang, peneliti Fakultas MIPA UGM ini juga mengembangkan pesawat tanpa awak pembunuh.

Bedanya, mereka mengembangkan inovasi sistem pembasmi hama dan penyakit tanaman melalui udara dengan memanfaatkan pesawat tanpa awak secara otonom.

“Sistem pembasmi hama dan tanaman penyakit ini menggunakan edrone yaitu modul flight controller untuk drone yang dibuat secara mandiri dengan kemampuan terbang secara autonomus,” jelas pengembang inovasi ini, Dr. Andi Dharmawan,S.Si., M.Cs Kamis (9/1).

Andi menyebutkan bahwa serangan hama dan penyakit tanaman merupakan masalah yang kerap dihadapi petani di tanah air.  Hal tersebut mengakibatkan penurunan hasil pertanian dan perkebunan yang dapat mengancam ketahanan pangan di Indonesia. Sementara itu, penanganan hama dan penyakit tanaman tidak bisa dilakukan dengan cepat akibat lahan yang cukup luas dan tersebar.

Oleh sebab itu, dia bersama tim peneliti lainnya dari Program Studi Elektronika dan Instrumentasi Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika FMIPA mengembangkan inovasi untuk mengatasi persoalan tersebut. Andi mengatakan sistem dikembangkan dengan memakai pesawat tanpa awak (UAV) berjenis fixed wing. UAV ini dilengkapi dengan komponen elektronik seperti motor brushless, motor servo, GPS, telemetri, baterai, dan IMU6 DOF.

Sedangkan secara mekanik dilengkapi dengan propeler 13”, maximum take of weight sebesar 4 Kg, serta bodi dan sayap dibuat dari hardfoam. Selain itu, dilengkapi pula dengan sebuah flight controller yang merupakan metode kendali Linear Quadratic Regulator (LQR).

“Penggunaan flight controller ini diperlukan agar UAV bisa terbang dengan stabil dan menjalankan misi secara otonom,”terang dosen Prodi Elektronika dan Instrumentasi ini.

Tak hanya itu, UAV juga memiliki kemampuan untuk membawa pestisida yang nantinya akan disemprotkan untuk membasmi hama dan penyakit tanaman.

Disamping mengembangkan sistem pembasmi hama, Andi juga memanfaatkan UAV untuk fungsi lain yakni  pemetaan penyakit tanaman. Dia bersama Agus Harjoko, Ph.D., membuat sistem teknologi pengenalan penyakit dan hama untuk mengidentifikasi berbagai jenis penyakit tanaman. Kali ini UAV dengan jenis fixe wing dilengkapi dengan sebuah flight controller yang dapat terhubung dengan sebuah ground segmen yang didukung dengan menggunakan BTS Baloon.

Nantinya UAV akan melakukan pemantauan dan pemetaan pada wilayah yang ditentukan. Setelah itu, hasilnya diproses menggunakan artificial intelegence (AI) untuk mengidentifikasi wilayah yang terkena hama dan penyakit tanaman.

“Pemetaan dilakukan menggunakan 3 wahana fixed wing dan bisa memetakan hingga 200 hektare”terangnya.