Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

Penerimaan Pajak dari Fintech Lending Hampir 3x Lipat Lebih Tinggi Dibanding Kripto

  • Sampai Agustus 2024, penerimaan pajak dari sektor kripto mencapai Rp875,44 miliar. Jumlah ini terbagi dalam beberapa tahun, yaitu Rp246,45 miliar pada 2022, Rp220,83 miliar pada 2023, dan Rp408,16 miliar pada 2024.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Hingga akhir Agustus 2024, pemerintah berhasil mencatatkan penerimaan pajak sebesar Rp27,85 triliun dari sektor ekonomi digital. Dari total penerimaan tersebut, pajak dari fintech peer-to-peer (P2P) lending tercatat lebih tinggi dibandingkan penerimaan dari transaksi kripto.

Untuk diketahui, angka sebesar Rp27,85 triliun tersebut mencakup berbagai sumber penerimaan, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), pajak atas aset kripto, pajak fintech dari sektor P2P lending, serta pajak dari Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP).

Dari total penerimaan tersebut, kontribusi terbesar berasal dari PPN PMSE, yakni sebesar Rp22,3 triliun. Pajak kripto memberikan sumbangan sebesar Rp875,44 miliar, sedangkan pajak fintech P2P lending menyumbang Rp2,43 triliun. Selain itu, pajak yang berasal dari transaksi melalui SIPP tercatat sebesar Rp2,25 triliun.

Penunjukan Pelaku Usaha PMSE sebagai Pemungut Pajak

Pemerintah hingga Agustus 2024 telah menunjuk sebanyak 176 pelaku usaha yang beroperasi melalui PMSE untuk memungut PPN. 

Dari jumlah tersebut, dua di antaranya baru ditunjuk pada bulan Agustus, yaitu THE World Universities Insights Limited dan Cloudkeeper (Singapore) PTE. LTD., sementara ada satu pembetulan atau perubahan data untuk Freepik Company, S.L.

Dari keseluruhan usaha yang telah ditunjuk sebagai pemungut pajak, 166 perusahaan telah aktif melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE. 

Total penerimaan dari PPN PMSE sejak 2020 hingga 2024 mencapai Rp22,3 triliun, dengan rincian Rp731,4 miliar pada 2020, Rp3,90 triliun pada 2021, Rp5,51 triliun pada 2022, Rp6,76 triliun pada 2023, dan Rp5,39 triliun pada 2024.

Baca Juga: Bappebti Setujui Kontrak Berjangka Perpetual Aset Kripto

Penerimaan Pajak Kripto

Sampai Agustus 2024, penerimaan pajak dari sektor kripto mencapai Rp875,44 miliar. Jumlah ini terbagi dalam beberapa tahun, yaitu Rp246,45 miliar pada 2022, Rp220,83 miliar pada 2023, dan Rp408,16 miliar pada 2024. 

Penerimaan pajak kripto terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan aset kripto melalui exchanger sebesar Rp411,12 miliar, serta PPN Dalam Negeri (PPN DN) atas pembelian aset kripto sebesar Rp464,32 miliar.

Penerimaan Pajak dari Fintech

Sektor fintech, khususnya P2P lending, juga berkontribusi cukup signifikan terhadap penerimaan pajak negara. Hingga Agustus 2024, penerimaan pajak dari sektor ini mencapai Rp2,43 triliun, yang terdiri dari Rp446,39 miliar pada 2022, Rp1,11 triliun pada 2023, dan Rp872,23 miliar pada 2024.

Penerimaan pajak fintech terbagi menjadi beberapa kategori: PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebesar Rp765,27 miliar, PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) sebesar Rp354,2 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp1,31 triliun.

Pajak dari Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP)

Pajak dari transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui SIPP juga menyumbang penerimaan sebesar Rp2,25 triliun hingga Agustus 2024. 

Penerimaan tersebut terdiri dari Rp152,74 miliar dari PPh dan Rp2,09 triliun dari PPN. Jika dirinci lebih lanjut, penerimaan dari SIPP pada tahun 2022 sebesar Rp402,38 miliar, pada 2023 sebesar Rp1,12 triliun, dan hingga Agustus 2024 mencapai Rp726,41 miliar.