Plastik Dilarang, Peritel F&B Bingung Menjaga Produk Tetap Higienis
JAKARTA-Peraturan Gubernur (Pergub) No,142/2019 yang melarang penggunaan plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan mulai berlaku hari ini, Rabu, 1 Juli 2020. Sejumlah peritel atau tenant terutama kategori makanan atau food and Baverage (F&B) mengaku kebingungan untuk mengemas produk agar tetap higienis. Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DKI Jakarta Elle Hidayat mengatakan dalam kondisi […]
Industri
JAKARTA-Peraturan Gubernur (Pergub) No,142/2019 yang melarang penggunaan plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan mulai berlaku hari ini, Rabu, 1 Juli 2020.
Sejumlah peritel atau tenant terutama kategori makanan atau food and Baverage (F&B) mengaku kebingungan untuk mengemas produk agar tetap higienis.
Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DKI Jakarta Elle Hidayat mengatakan dalam kondisi pandemi COVID-19 ini, masyarakat cenderung memanfaatkan jasa delivery. Hal ini pun mengharuskan tenant untuk membungkus produk yang dibeli tetap aman dari paparan virus tersebut.
“Bahkan masyarakat juga minta para tenant membungkus produk makanan yang dibeli tersebut dengan higienis. Kemudian menggunakan seal atau cable ties. Dimana saat sebelum Pergub ini diberlakukan, digunakan plastik dari bahan singkong atau kentang untuk mengemasnya,” kata Ellen di Jakarta, Rabu, 1 Juli 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Kendati demikian, Ellen mengatakan banyak tenant yang kebingungan mencari bahan substitusi agar produk makanan tersebut tetap terjamin higienisnya. Meski memang masih ada pengecualian terhadap pemakaian kantong plastik sekali pakai untuk bahan pangan yang belum terselubung atau belum dikemas.
Oleh karena itu, Ellen berharap agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta khususnya Dinas Lingkungan Hidup agar dalam Pergub tersebut juga diatur untuk produsen tas plastik kresek dan mengalihkannya ke bahan lain yang ramah lingkungan.
“Dengan masih tersedia dan juga masih begitu mudahnya masyarakat membeli tas kresek, maka tetap saja tujuan Pergub ini tidak bisa maksimal pencapaiannya, harus juga dilakukan pengawasan dari bagian hulu baru ke bagian hilir bila membahas tentang bahan plastik ini,” tegas Ellen.
Subjek Sanksi Tidak Tepat
Selain itu Ellen juga mengkritisi terkait subjek sanksi dari Pergub tersebut. Menurutnya pemberian sanksi kepada pengelola pusat belanja kurang tepat. Sebab, pengelola pusat belanja berstatus menyewakan tempat, bukan sebagai pelaku usaha dan tidak bersinggungan langsung dengan pemakaian tas plastik.
Untuk diketahui, dalam Pergub tersebut tertulis bila ditemukannya ada tenant yang masih memakai tas plastik sekali pakai, maka sanksi diberikan kepada pengelola pusat belanja secara bertingkat mulai dari teguran tertulis, membayar uang paksa sebesar Rp5 juta sampai Rp25 juta, pembekuan izin usaha, hingga pencabutan izin usaha.
“Padahal pengelola seharusnya dijadikan mitra kerja bersama Dinas lingkungan hidup untuk membantu mengawasi para tenant,” ujar Ellen.
Ellen menuturkan sanksi yang menyatakan pencabutan izin di saat sedang lesunya daya beli masyarakat menjadi tidak tepat. Apalagi ketika karyawan juga membutuhkan lapangan pekerjaan dan para pelaku usaha sedang berjuang bersama dengan penuh resiko untuk memulai kembali pembukaan pusat belanja.
“Untuk itu kami selaku pengelola tetap akan membantu Dinas Lingkungan Hidup untuk mengingatkan para tenant dan konsumen. Namun masalah sanksi perlu ditinjau kembali dan tidak disasarkan kepada pusat belanja,” kata dia.