<p>Presiden Joko Widodo</p>
Nasional

Pulang dari Luar Negeri, Langsung Jadi ODP

  • Jakarta – Pemerintah menetapkan setiap Warga Negara Indonesia (WNI) yang baru kembali dari luar negeri langsung berstatus sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan wajib menjalani isolasi mandiri selama 14 hari. “Bagi yang tidak ada gejala dibolehkan dipulangkan ke daerah masing-masing tapi statusnya adalah ODP, jadi sesampainya di daerah harus betul-betul menjalankan protokol isolasi secara mandiri […]

Nasional
Amirudin Zuhri

Amirudin Zuhri

Author

Jakarta – Pemerintah menetapkan setiap Warga Negara Indonesia (WNI) yang baru kembali dari luar negeri langsung berstatus sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan wajib menjalani isolasi mandiri selama 14 hari.

“Bagi yang tidak ada gejala dibolehkan dipulangkan ke daerah masing-masing tapi statusnya adalah ODP, jadi sesampainya di daerah harus betul-betul menjalankan protokol isolasi secara mandiri dengan penuh disiplin,” kata Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa 31 Maret 2020.

Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam rapat terbatas dengan tema “Penanganan Arus Masuk WNI dan Pembatasan Perlintasan WNA” melalui “video conference” bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin, para menteri Kabinet Indonesia Maju serta kepala lembaga terkait.

Menurut Presiden, akan ada jutaan pekerja migran Indonesia yang akan pulang dari Malaysia maupun Anak Buah Kapal (ABK) yang akan kembali ke tanah air.

“Arus kembalinya WNI dari beberapa negara ini terutama dari Malaysia, ini betul-betul perlu kita cermati, ini menyangkut bisa ratusan ribu bisa jutaan WNI yang akan pulang,” ungkap Presiden.

Presiden menerima laporan bahwa dalam beberapa hari ini setiap hari ada sekitar 3.000 pekerja migran yang kembali dari Malaysia.

“Selain pekerja migran di Malaysia, kita juga harus mengantisipasi para kru kapal pekerja ABK di kapal, kita perkirakan 10-11 ribu ABK ini juga perlu dipersiapkan dan direncanakan tahapan-tahapan untuk ‘menscreening’ mereka,” tambah Presiden.

Ia pun menekankan protokol kesehatan tetap harus ketat diberlakukan di bandara, pelabuhan maupun pos lintas batas. “Mereka yang memiliki gejala harus melakukan isolasi di rumah sakit misalnya di pulau Galang,” ungkap Presiden.

Kasus impor

Presiden  mengingatkan adanya tantangan baru dari sejumlah negara, di antaranya Republik Rakyat Tiongkok China, Korea Selatan, dan Singapura dalam perang melawan COVID-19 yakni imported case atau kasus impor. Untuk itu Presiden meminta arus orang dari luar negari diatur dengan cermat.

“Di beberapa negara yang telah mampu mendatarkan kurva COVID-19 menghadapi tantangan baru dengan yang dinamakan gelombang baru COVID-19,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas melalui video conference dengan topik Penanganan Arus Masuk WNI dan Pembatasan Perlintasan WNA dari Istana Kepresidenan Bogor, Selasa 31 Maret 2020.

Presiden mengingatkan bahwa negara-negara lain sedang menghadapi isu imported case, yakni kasus-kasus COVID-19 yang dibawa dari luar negeri.

Oleh karena itu, Jokowi mempertimbangkan pentingnya penanganan arus masuk WNI dan pembatasan perlintasan WNA.

“Prioritas kita saat ini bukan hanya mengendalikan arus mobilitas orang antarwilayah dalam negeri, arus mudik kemarin yang kita bicarakan, melainkan juga harus bisa kendalikan mobilitas antarnegara yang berisiko membawa COVID-19,” katanya.

Joko Widodo meminta peraturan mengenai pelintasan warga negara asing (WNA) dievaluasi secara berkala guna mengantisipasi penyebaran COVID-19 dari mancanegara.

“Mengenai perlintasan WNA saya minta kebijakan yang mengatur perlintasan WNA ke Indonesia dievaluasi secara reguler, secara berkala, untuk antisipasi pergerakan COVID-19 dari berbagai negara yang ada di dunia,” kata Presiden.

Hingga Senin 30 Maret  jumlah positif COVID-19 di Indonesia mencapai 1.414 kasus dengan 122 orang meninggal dunia dan 75 orang sembuh. Kasus positif COVID-19 ini sudah menyebar di 30 provinsi di Indonesia yaitu DKI Jakarta (698), Jawa Barat (180), Banten (128), Jawa Timur (91), Jawa Tengah (81), Sulawesi Selatan (50), Yogyakarta (18), Kalimantan Timur (17), Bali (19), Sumatera Utara (13), Papua (9), Kalimantan Tengah (7), Kepulauan Riau (3), Sumatera Barat (8), Lampung (8).

Selanjutnya Kalimantan Barat (8), Sulawesi Tenggara (3), Riau (2), Nusa Tenggara Barat (2), Sulawesi Utara (2), Aceh (5), Jambi (2), Sumatera Selatan (2), Kalimantan Selatan (5), Sulawesi Tengah (3), Maluku (1), Maluku Utara (1), Kalimantan Utara (2), Papua Barat (2), Sulawesi Barat (1), Bangka Belitung (1) dan yang masih dalam proses verifikasi di lapangan 37 kasus.