<p>Ketua Dewan Pimpinan Pusat Generasi Anti Narkoba Indonesia (GANI), Djoddy Prasetio Widyawan (kiri), Ketua KABAR dan Pengamat Hukum, Ariyo Bimmo (kedua kanan), Sekretaris Umum Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita (kiri) dan Anggota APVI, Rhomedal (ketiga kanan) memasang stiker himbauan di toko Vapepackers, Jakarta, Rabu, 9 September 2020. Kegiatan ini merupakan sosialisasi mengenai bahaya penyalahgunaan narkoba pada produk tembakau alternatif atau rokok elektrik melalui gerakan sosial bertajuk “Gerakan Pencegahan Penyalahgunaan Rokok Elektrik (GEPPREK)” yang juga telah dilakukan di Denpasar, Bali, dan Bandung, Jawa Barat. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Regulasi HPTL Perlu Dibedakan dengan Rokok Konvensional

  • JAKARTA – Berbagai riset membuktikan hasil produk tembakau lainnya (HPTL) memiliki 95% risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvesional. Oleh sebab itu, pemerintah perlu membedakan regulasi kedua produk tersebut termasuk pengaturan pajak dan cukai. Pasalnya, hingga kini produk HPTL masih disatukan dengan regulasi rokok konvensional karena dianggap sama berbahayanya. Tepatnya tertuang dalam Peraturan Menteri […]

Industri

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Berbagai riset membuktikan hasil produk tembakau lainnya (HPTL) memiliki 95% risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvesional. Oleh sebab itu, pemerintah perlu membedakan regulasi kedua produk tersebut termasuk pengaturan pajak dan cukai.

Pasalnya, hingga kini produk HPTL masih disatukan dengan regulasi rokok konvensional karena dianggap sama berbahayanya. Tepatnya tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 156/2018 yang mengatur besaran tarif cukai untuk HPTL sebesar 57%.

“Jangan sampai regulasinya disamakan dengan produk yang bahayanya 100 persen. Sementara ini berkurang 95 persen, jadi risikonya tinggal 5 persen,” kata Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), Amaliya dalam diskusi secara virtual, Selasa, 20 Oktober 2020.

Terlebih, dalam PMK tersebut, pemerintah baru sebatas meregulasi tarif cukai saja, belum mengatur ketentuan produk dan industri HPTL secara rinci.

Namun, Amaliya memaklumi minimnya penelitian dan regulasi yang mewadahi HPTL. Sebab, produk ini memang baru masuk ke Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Perkembangan Produk HPTL

Di sisi lain, sejak memasuki pasar di Indonesia, produk HPTL terus tumbuh dengan signifikan dari tahun ke tahun. Mulai dari jumlah pengguna sampai pelaku usahanya.

Menurut data riset kesehatan nasional (Riskesnas, 2016) dan riset kesehatan dasar (riskesdas, 2018) konsumsi rokok elektronik Tanah Air melesat 9,7%, dari 1,2% menjadi 10,9%.

Tidak hanya konsumennya, pelaku usahanya juga terus bertumbuh secara signifikan. Menurut Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI, 2018), jumlah produsen cairan nikotin dalam negeri mencapai 300, produsen alat aksesoris lebih dari 100, distributor dan importir lebih dari 150.

Setidaknya sudah ada 98 negara di dunia sudah memiliki aturan yang ketat mengenai HPTL. Seperti Jepang, Inggris, Selandia Baru, dan Amerika Serikat yang sudah memisahkan kedua produk tembakau sesuai dengan profil risikonya.

“Saya berharap pemerintah bersikap bijaksana untuk menyikapi ‘barang baru’ ini, karena zat, bahan, metode penggunaannya, dan efek yang ditimbukan sangat berbeda,” tambah dia.