<p>Ilustrasi Netflix sudah bisa diakses di layanan Telkom seperti Telkomsel dan indiHome / Pinterest</p>
Industri

Sri Mulyani Berhasil Tarik Pajak Digital Senilai Rp2,25 Triliun hingga Juni 2021

  • Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat hasil pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dari industri digital per 16 Juni 2021 mencapai Rp2,25 triliun

Industri
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat hasil pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dari industri digital per 16 Juni 2021 mencapai Rp2,25 triliun. Realisasi tersebut didapat dari 50 pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

“Yang telah terkumpul untuk komponen pajak ini sampai 16 Juni 2021 mencapai Rp2,25 triliun. Ini adalah dari produk digital seperti streaming dan lainnya,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, dalam rapat bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Senin, 28 Juni 2021.

Sepanjang 2021 (year to date/ytd), realisasi PPN produk digital menyentuh Rp1,52 triliun. Sementara penerimaan PPN produk digital pada tahun lalu hanya sebesar Rp730 miliar.

Sri Mulyani belum merekap penerimaan pajak dari 25 pelaku usaha lainnya yang baru ditunjuk memungut PPN produk digital pada Juni-Juli 2021.

“Era digital yang makin menjadi suatu platform dalam kita berinteraksi maka kita perlu melakukan kesetaraan pemungutan PPN antara produk digital dalam negeri dan luar negeri,” ucap Sri Mulyani.

Pajak Perusahaan Raksasa Teknologi

Untuk diketahui, PPN produk digital ini dibebankan kepada konsumen dari layanan yang disediakan perusahaan tersebut. Selain memungut pajak dari konsumen produk digital, Bendahara Negara ini siap menarik penerimaan dari perusahaan raksasa teknologi digital.

Rencana ini tertuang dalam kesepakatan group of seven atau G7 soal pajak perusahaan multinasional yang didominasi dari sektor teknologi. Sri Mulyani menyebut perusahaan teknologi itu layanannya sudah bisa dinikmati di masyarakat Indonesia.

Maka dari itu, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu berkomitmen memungut pajak atas kegiatan usaha perusahaan kelas kakap tersebut. Kesepakatan negara G7 itu, kata Sri Mulyani, memperkecil perusahaan raksasa untuk pergi dari Indonesia karena hampir semua negara bakal menerapkan pajak 15% yang digodok G7.

“Kita terus berupaya mencari penerimaan pajak, namun perusahaan digital ini bisa dengan mudah menghindari pajak, perlu komitmen bersama,” jelas Sri Mulyani.

Untuk diketahui, kesepakatan G7 ini ditempuh untuk mengejar penerimaan pajak perusahaan multinasional yang telah mendirikan cabang di berbagai negara. 

Dengan demikian, seluruh perusahaan yang telah memiliki cabang di negara lain seperti Google, Amazon, hingga Facebook bisa dikenai pajak minimum 15% (LRD)