Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

Waduh, Pinjaman Macet Fintech Lending Naik Rp614 Miliar dalam Setahun

  • Angka tersebut dihitung berdasarkan catatan pinjaman macet di atas 90 hari dalam rentang waktu paruh pertama 2022 dan 2023.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Dalam kurun waktu setahun, angka pinjaman macet pada industri fintech lending mengalami kenaikan hingga Rp614,73 miliar.

Angka tersebut dihitung berdasarkan catatan pinjaman macet di atas 90 hari dalam rentang waktu paruh pertama 2022 dan 2023.

Menurut data statistik Otoritas Jasa Keuangan, pinjaman macet fintech lending mencapai Rp1,73 triliun pada semester I-2023.

Angka tersebut lebih tinggi 54% secara year-on-year (yoy) dibanding pinjaman macet yang dibukukan industri fintech lending pada periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp1,12 triliun.

Jika dirincikan, pinjaman macet pada semester I-2023 sekitar Rp1,35 triliunnya berasal dari peminjam perseroangan sementara Rp384,45 miliar berasal dari badan usaha.

Tidak hanya untuk kategori pinjaman macet di atas 90 hari, angka pinjaman tidak lancar dalam kurun 30-90 hari pun mengalami kenaikan secara tahunan.

Pada paruh pertama tahun ini, angka pinjaman tidak lancar mencapai Rp3,45 triliun, naik 38% yoy dari Rp2,49 triliun yang tercatat pada semester I-2022.

Peminjam perseorangan mencatat pinjaman tidak lancar sebesar Rp3,2 triliun, sedangkan peminjam badan usaha sebesar Rp250,45 miliar.

Pinjaman macet perseroangan di industri fintech lending pada semester I-2023 didominasi oleh laki-laki dengan total outstanding sebesar Rp716,03 miliar, lebih besar dibanding peminjam perseorangan perempuan yang mencatat angka Rp634 miliar.

Padahal, jumlah rekening penerima pinjaman dari nasabah laki-laki lebih sedikit, yakni 289.889 rekening. Sementara itu, jumlah rekening pinjaman macet dari peminjam peremuan sebanyak 311.079 rekening.

Ditinjau dari segi usia, pinjaman macet paling banyaknya berasal dari peminjam di rentang usia 19-34 tahun dengan angka Rp763,65 miliar dengan jumlah 343.683 rekening.

Kerugian Berbalik Jadi Untung

Pada semester I-2023, industri fintech lending berhasil membalikkan kerugian yang tercatat pada periode yang sama pada tahun sebelumnya menjadi laba bersih sebesar Rp450,5 miliar.

Pada semester I atau di akhir Juni tahun sebelumnya, industri fintech lending mencatat kerugian sebesar Rp146,23 miliar.

Kerugian pada industri fintech lending tercatat secara beruntun hingga akhir tahun 2022, dan akhirnya kerugian itu pun mulai berbalik menjadi laba saat memasuki tahun 2023. 

Secara terperinci, pada paruh pertama tahun ini, industri fintech lending mencatat pendapatan operasional sebesar Rp5,67 triliun, melesat 49% dari Rp3,8 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Seiring dengan kenaikan tersebut, beban operasional pun mengalami lonjakan 24% dari Rp3,94 triliun menjadi Rp4,9 triliun.

Namun, berhubung pendapatan operasional mengalami kenaikan yang lebih tinggi, industri fintech lending bisa mencetak laba operasional sebesar Rp754,39 miliar, berbalik dari kerugian operasional sebesar Rp110,59 miliar pada semester I-2022.

Kemudian, pendapatan nonoperasional yang dibukukan fintech lending pada semester I-2023 mencapai Rp170,37 miliar, naik 3% dari Rp164,89 miliar.

Sementara itu, jumlah beban nonoperasional membengkak 97% dari Rp171,04 miliar menjadi Rp337,32 miliar.  

Dengan demikian, pada paruh pertama tahun ini fintech lending mencetak laba sebelum pajak sebesar Rp587,44 miliar, yang mana pada periode yang sama tahun sebelumnya industri mencatat kerugian sebelum pajak sebesar Rp116,75 miliar.

Walaupun beban pajak meroket 364% dari Rp29,48 miliar pada semester I-2022 menjadi Rp136,93 miliar, namun industri tetap berhasil membalik kerugian dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Tingkat Keberhasilan Bayar

Kendati industri fintech lending mencatat laba bersih pada semester I tahun ini, namun tingkat keberhasilan bayar dalam 90 hari atau TKB90 mengalami penyusutan dari 97,47% pada semester I tahun lalu menjadi 96,71% per-akhir Juni 2023.

Sementara itu, tingkat wanprestasi di atas 90 hari atau TWP90 yang merupakan tingkat kredit bermasalah pada industri fintech lending menempati angka 3,29% pada akhir Juni 2023, naik dari 2,53% yang tercatat pada periode yang sama tahun lalu.

Akan tetapi, tingkat pengembalian atas aset (return on asset) pada semester I-2023 tercatat di level positif 6,6%, berbalik dari -3,05%.

Kemudian, tingkat pengembalian atas ekuitas (return on equity/ROE) pun mengalami perbaikan ke level 13,48%, berbalik dari -5,24% pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) pun menyusut dari 103,22% pada semester I-2022 menjadi 86,7% pada semester I-2023.

Dari segi penyaluran pinjaman, fintech lending pada semester I-2023 mencatat pembiayaan sebesar Rp19,31 triliun, turun 6,5% dari Rp20,67 triliun yang dibukukan pada semester I-2022.

Tidak hanya dari segi jumlah dana yang disalurkan, jumlah penerima pinjaman pada semester I-2023 pun menurun 21,8% jika dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yakni dari 17,18 juta akun menjadi 13,42 juta akun.